(Feature) Semangat GPAI Natuna Mengikuti PK Online

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Disusun dan disarikan oleh: Emi Indra

(Pelatih Nasional PPKB GPAI, GPAI SMPN 1 Palu Sulteng)

Guru merupakan ujung tombak dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Pengajaran seorang guru di sekolah tidak hanya mengandalkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah atau sebagian dari pengalamannya saja. Hal yang paling urgen bagi guru adalah sigap dalam merespons perubahan dengan cepat.

Guru yang memiliki kompetensi mumpuni akan melahirkan murid yang berprestasi, tidak hanya prestasi akademik dan non akademik namun juga memiliki karakter rahmatan lil amalamin. Mutu pembelajaran merupakan salah satu hasil dari eksistensi seorang guru. Seseorang disebut kompeten apabila telah memiliki kecakapan bekerja pada bidangnya (Moh. Uzer Usman, 2006).

Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat PAI melaksanakan Pemetaan Kompetensi Online (PK Online) PPKB GPAI dari tangggal 3–11 Mei 2023 secara nasional dan serentak. Dalam pelaksanaannya, banyak cerita yang mengharu-biru mengiringi kegiatan tersebut. Sebut saja kisah GPAI Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau mengikuti PK Online.

Natuna adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Natuna merupakan kepulauan paling utara di selat Karimata. Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. Di bagian barat, Natuna berbatasan dengan Singapura dan Malaysia bagian barat.

Perjalanan dari Natuna untuk sampai ke ibu kota provinsi membutuhkan waktu sekitar 10 jam jika menggunakan transport laut. Saat ini, untuk sampai ke Natuna sudah tersedia transport udara.
Fitri Angraini, salah satu guru PAI di SDN 004 Subi Kabupaten Natuna, menyebutkan bahwa ia mengikuti PK Online secara mandiri. Saat mengikuti PK Online, Fitri Angraini mengalami kendala sinyal yang tidak stabil sehingga ia mengerjakannya dengan terburu-buru tanpa membaca soal secara detil. Hal tersebut dilakukan agar jawaban yang telah diklik bisa tersimpan selagi masih ada sinyal.

Di Subi, ia menambahkan, listrik masih berupa fasilitas yang tidak mudah untuk dinikmati secara standar. Ukuran standar pemakaian fasilitas listrik adalah kelaziman layanan listrik yang dapat mendukung kebutuhan elektrifikasi warga sehari-hari.

Menurutnya, listrik di tempatnya bertugas hanya tersedia dari pukul 17.00 sampai pukul 06.00. Jika hari terang, listrik padam. Yang terjadi, siang hari warga harus bersabar untuk tidak memanfaatkan listrik karena memang tidak ada. Kalau malam menjelang, listrik pun kadang byar-pet, sering padam di tengah aktivitas.

Demikian juga untuk upaya Fitri Angraini dalam persiapan mengikuti PK Online. Dirinya harus banyak bertoleransi dengan kondisi listrik yang ada. Baterei laptop harus terisi penuh tiap pagi dan jam penggunaan juga harus disesuaikan agar tidak mati di tengah penggunaan pada siang hari.

Senasib dengan apa yang dialami Fitri Anggraini, Ihfa Syafawi, seorang guru PAI yang diberi amanah selaku kepala sekolah SMPN Satap Pulau Panjang Kecamatan Subi, juga mengalami kondisi serupa. Mengikuti PK Online bersama teman-teman guru PAI lainnya yang dipusatkan di SMPN 1 Serasan Timur, dirinya juga mengalami kendala yang tidak jauh berbeda.

Ketika membuka Aplikasi Siaga untuk mengerjakan PK Online, tetiba listrik padam tanpa alasan. Kurang lebih 40 menit waktu berjalan, terus sementara soal tidak bisa dikerjakan. Terang saja rasa cemas dan was-was membayangi. Kekhawatiran tidak tuntas dan selesainya mengerjakan PK online sempat menghantui dan meneror konsentrasi Ihfa Syafawi dan GPAI lainnya.

Namun demikian, tekad yang kuat dan keinginan yang tulus untuk meningkatkan kompetensi menjadi hal yang lebih penting dari sekadar godaan rasa putus asa atau apatis terhadap kompetensi GPAI. Tekad dan motivasi itulah yang meringankan langkahnya untuk berjalan kaki sejauh 1 kilometer untuk menemukan sinyal agar terhubung dengan pengawas PAI.

Iya, benar, berjalan kaki satu kilometer karena kondisi geografis yang ada. Begitu terhubung dengan pengawas, dirinya baru dapat menyampaikan kendala yang dihadapi sekaligus saran untuk mengatasainya.

Dengan segala tantangan yang dihadapinya (bersama problem serupa pada GPAI di lokasi lainnya), menurutnya, pelaksanaan PK Online sebagai survei pemetaan kompetensi guru PAI sangat mendukung proses peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa ia sangat bersemangat dengan adanya kegiatan ini yang memungkinkan dia dapat memantau sejauh mana kemampuannya dalam penguasaan kompetensi pedagogik dan profesional di tengah terpaan tantangan masih sulitnya jaringan internet.

Ia berharap, ke depannya pihak Kementerian Agama Kabupaten dapat melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan satuan pendidikan yang akan ditempati secara terpusat dalam pelaksanaan PK Online. Hal demikian dapat mendorong berbagai antisipasi kendala yang terjadi dan meminimalisir kondisi negatif yang muncul.

Cerita serupa yang tak kalah menarik datang dari kecamatan Pulau Tiga dan Pulau Tiga Barat. Di dua kecamatan ini terdapat 16 guru PAI dari jenjang SD, SMP, dan SMA yang terdaftar di Siaga. A Rafik, seorang guru PAI SMPN 1 Pulau Tiga menyampaikan bahwa pelaksanaan PK Online dipusatkan di SDN 003 Sabang Mawang.

Untuk mendatangi tempat kegiatan, guru PAI harus menyeberang lautan dengan menggunkan Pompong (alat transportasi tradisonal masyarakat Melayu) dengan jarak tempuh 40-60 menit. Dalam upaya tersbut, bahkan ada peserta yang harus menyewa Pompong karena informasi pelaksanaan tidak sampai akibat kendala jaringan.

Jika diamati lebih jauh, dalam pelaksanaan PK Online, tidak hanya kendala jaringan dan jarak tempuh yang jauh, melainkan juga cerita dari guru PAI yang sebentar lagi akan purna tugas. Karena faktor usia, yang bersangkutan tidak bisa mengoperasikan laptop, lupa nomor akun Siaga, dan juga lupa passwordnya.

Akibatnya, dirinya harus menunggu konfirmasi dari operator Siaga. Namun demikian, usia boleh uzur, tapi semangat tetap menyala untuk meningkatkan kompetensi di remang karier GPAInya.

Lebih lanjut A Rafik menyampaikan bahwa banyak peserta yang mengeluh karena soal PK Online tergolong sulit dan membingungkan. Ditambah lagi soal-soalnya mengacu ke Kurikulum Merdeka, mereka merasa tambah mumet karena belum pernah mendapatkan sosialisasi maupun pelatihan terkait Implementasi Kurikulum Merdeka. Di akhir pelaksanaan PK Online, saat guru-guru melihat hasil perolehan nilainya, mereka agak kecewa.

Harapan A Rafik, mewakili guru PAI di dua kecamatan tersebut, hasil PK Online dapat menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan untuk memberi peluang kepada GPAI agar berkesempatan untuk meningkatkan kompetensi melalui pelatihan pelatihan terkait.

Cerita dari Natuna tentu mewakili kondisi yang dialami GPAI lain dari berbagai penjuru tanah air. Bisa jadi, kondisi GPAI lainnya sama saja, lebih baik, atau malah lebih memprihatinkan dari kondisi di Natuna. Dari semua itu, nilai dasar yang paling utama dan patut dikedepankan adalah semangat, motivasi, dan keikhlasan yang kuat untuk meningkatkan kompetensi mereka.

Semoga, momentum pelaksanaan PK Online ini mampu menjadikan GPAI semakin bersemangat meningkatkan kompetensinya agar bisa melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, spiritual, dan emosional.

Editor: Saiful Maarif (Subdit PAI pada PAUD/TK Direktorat PAI)







Terkait