Urgensi Lesson Plan dalam Penerapan CCT pada PAI SMA/SMK

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Oleh: Mukhtar (Guru PAI SMAN 2 Kota Bogor)

Perubahan Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Merdeka menuntut para guru, termasuk Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI), untuk bisa beradaptasi dan menerapkan pesan esensial dari kurikulum tersebut. Secara esensial, muatan kurikulum menekankan pada pengembangan keterampilan abad 21 yakni 4C (Critical Thinking, Creativity, Collaborative, dan Communication) dalam proses pembelajaran. Keterampilan dimaksud menjadi kebutuhan yang mendesak untuk dikuasai di era disrupsi digital seperti sekarang ini.

Problematika yang sering muncul dalam konteks ini antara lain adalah perubahan kurikulum yang hanya diikuti dengan dan sebatas perubahan dokumen, tanpa diikuti dengan perubahan cara mengajar yang dilakukan guru. Hal ini karena guru belum siap dan sulit mengubah pola pikirnya untuk memiliki growth mindset secara implementatif, padahal perubahan cara mengajar merupakan salah satu nilai dasar yang ingin dicapai dalam setiap perubahan kurikulum.

Transformasi cara mengajar berkaitan dengan dinamika yang terjadi seiring perubahan zaman. Tantangan dan kebutuhan siswa SMA/SMK di era internet tentu jauh berbeda dengan tantangan dan kebutuhan pelajar SMA/SMK di masa-masa sebelumnya. Dibutuhkan pendekatan yang berbeda dalam mengelaborasi pembelajaran PAI bagi kalangan generasi Z agar PAI tidak terkesan ketinggalan zaman dan jauh dari realitas kehidupan peserta didik.

Penerapan pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan kritis (creative and critical thinking atau CCT) pada mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti di jenjang SMA/SMK menjadi suatu keniscayaan (necessary being). Implementasi tersebut paling tidak mencakup 3 komponen, yaitu Plan (perencanaan), Do (pelaksanaan), dan Evaluate (Evaluasi). Ketiga komponen tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam keseluruhan proses pembelajaran.

Pengembangan kemampuan CCT pada peserta didik perlu direncanakan dengan baik dalam perencanaan pembelajaran (lesson plan), baik berupa RPP (Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran) pada Kurikulum 2013 maupun Modul Ajar pada Kurikulum Merdeka. Dengan perencanaan yang baik, diharapkan pelaksanaannya dapat berjalan sesuai harapan dan hasilnyapun positif bagi peserta didik. Amat disayangkan bila pembelajaran dilakukan sekedar untuk memenuhi tuntutan tugas tanpa ada efek positif terhadap perubahan perilaku peserta didik.

Guru PAI profesional secara pedagogis adalah yang mampu menyusun perencanaan dan melaksanakan serta menilai pembelajaran dengan baik. Perencanaan yang baik merupakan “separuh keberhasilan”. Artinya, persiapan pembelajaran yang baik merupakan suatu keniscayaan (necessary being) bagi setiap guru agar tidak mengalami kegagalan. Guru yang tidak siap dari aspek perencanaan akan terlihat dari pengelolaan terhadap kelas. Guru tersebut cenderung melaksanakan proses pembelajaran sekenanya, bahkan mengabaikan indikator-indikator yang seyogianya menjadi patokan.

Argumentasi ini dibangun atas postulat “nobody plan to fail, but most of them fail to plan” (tak seorangpun yang merencanakan sebuah kegagalan, tetapi kebanyakan mereka justru gagal dalam menyusun rencana). Keberhasilannya tentu mengacu pada sebuah jargon yang terkenal yaitu “plan what you do, and do what you plan, then evaluate what you have planned and have done” (rencanakan apa yang kamu kerjakan, dan kerjakan apa yang kamu rencanakan, kemudian nilai apa yang telah kamu rencanakan dan kerjakan).

Tahapan-tahapan dalam penyusunan RPP maupun Modul Ajar perlu diterapkan secara disiplin sesuai tuntutan kurikulum. Bagaimana memahami dan menganalisis Capaian Pembelajaran (CP), merumuskan Tujuan Pembelajaran (TP), menyusun Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), dan merancang pembelajaran harus dikuasai dengan baik oleh Guru PAI. Kompetensi pedagogi yang lemah terkait hal ini tentu berimplikasi pada ketidakefektifan dalam praktik pembelajaran.

Dengan demikian, perencanaan pembelajaran memainkan peranan penting dalam memandu GPAI melaksanakan tugas sebagai pendidik. Tugas tersebut termasuk bagaimana melayani kebutuhan belajar peserta didik dalam pengembangan kemampuan CCT-nya. Langkah-langkah dalam menyusun RPP maupun Modul Ajar harus berpegang pada prinsip pembelajaran berdiferensiasi berbasis karakteristik individual siswa.

Editor: Apriyadi Wardoyo




Terkait