Jakarta (Pendis) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) membangun sinergi bersama Kementerian Agama (Kemenag) dalam upaya mewujudkan pengasuhan ramah anak di pesantren.
Sinergi tersebut salah satunya diwujudkan melalui giat bertajuk Training of Fasilitator (ToF) Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren yang diselenggarakan Kemen PPPA selama tiga hari di Jakarta. Giat yang melibatkan Kemenag secara intensif tersebut bertujuan untuk mencetak Fasilitator nasional Pengasuhan Ramah Anak yang diharapkan dapat menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat menyampaikan pentingnya pengasuhan ramah anak di pesantren untuk menjamin perlindungan anak berbasis hak anak.
“Fasilitator nasional Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren ini diharapkan dapat menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat menyampaikan pentingnya pengasuhan ramah anak di pesantren guna menjamin perlindungan anak berbasis hak anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal tidak hanya fisik dan spriritual, namun juga sosialnya,” ujar Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA, Rohika Kurniadi Sari, Jumat (15/9).
Rohika menjelaskan bahwa berdasarkan data Profil Anak Indonesia 2021, dari 84,4 juta anak Indonesia, 1,64 juta diantaranya adalah santri. Kemudian, dari data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021, ditemukan bahwa 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun mengalami kekerasan dalam bentuk apaapun sepanjang hidupnya dan 3 dari 10 anak laki-laki usia 13-17 tahun mengalami kekerasan dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, Rohika menegaskan bawa Negara wajib untuk melindungi anak dari berbagai tindak kekerasan, termasuk anak-anak di pesantren.
“Hadirnya Buku Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren merupakan kolaborasi bersama Kemen PPPA dengan Kemenag, yang nantinya digunakan sebagai acuan bagi para fasilitator. Selain itu, juga merupakan respon positif Negara kepada Pesantren yang memiliki otonomi (istiqlal) dalam penyelenggaraan pendidikan Islam untuk meningkatkan pengasuhan anak di Pesantren yang dapat mencegah kekerasan pada Santri, dengan memberikan panduan yang bersumber pada ajaran Islam, peraturan perundangan-undangan terkait pelindungan, pengasuhan, dan pendidikan, Pesantren, sistem ekologi Pesantren, dan psikologi perkembangan anak. Hal ini juga dilakukan mengingat Pesantren juga menjadi orangtua pengganti sementara sepanjang anak ditempatkan di Pesantren,” tutur Rohika.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Basnang Said menjelaskan bahwa pesantren yang menjadi piloting dalam mengimplementasikan pengasuhan ramah anak di pesantren harus menjadi teladan bagi pondok pesantren lainnya.
Kegiatan ToF dihadiri oleh para calon fasilitator yang merupakan perwakilan dari beberapa pesantren di Jabodetabek, dan difasilitasi oleh narasumber dari Kemenag, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Yayasan Save The Children Indonesia. Materi yang dibahas dalam kegiatan ini, mencakup Teknik Fasilitasi, Pengasuhan Berbasis Hak Anak, Kelembagaan Pesantren, Tata Cara Pengasuhan di Pesantren, Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren, Tata Cara Perlindungan Santri dalam Pengasuhan, Sumber Daya Pendukung, serta Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan. Selanjutnya, kegiatan ini diakhiri dengan praktik memfasilitasi oleh seluruh peserta.
Lebih lanjut, Buku Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren ini akan dilengkapi dengan regulasi kebijakan Kemenag, dan akan disosialisasikan ke 39 ribu pondok pesantren untuk memastikan jaminan pengasuhan santri berbasis hak anak.
Bagikan: