Jakarta (Pendis) --- Viral di media sosial info bahwa ada santri pesantren salafiyah 2023 yang belum mendapatkan ijazah dan tidak dapat mengikuti ujian Pendidikan Kesetaraan tahun ini.
Plt Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghafur memastikan informasi tersebut tidak benar. Menurutnya, santri yang diberitakan pada 2023 tidak memeroleh ijazah, sudah mendapatkannya.
“Bahkan, saat ini mereka telah menempuh studi pada jenjang Pendidikan kesetaraan selanjutnya,” terang Waryono di Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Terkait ujian kesetaraan nasional tahun ajaran 2023/2024, Waryono menegaskan bahwa itu hanya dapat diikuti oleh santri pesantren salafiyah yang memenuhi syarat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Petunjuk Teknis Ujian pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren Salafiah (PPS), baik No. 7231 Tahun 2023 maupun No. 3543 Tahun 2018.
“Salah satunya adalah keharusan mengikuti pendidikan pada pesantren dengan formula 6-3-3, yaitu: 6 tahun PPS Ula, 3 tahun PPS Wusta, 3 tahun PPS ‘Ulya,” tegas Waryono.
“Sedangkan untuk pembuktian rekaman pendidikan selama di pesantren dicukupkan dengan formula 4-2-2, maksudnya: 4 tahun PPS Ula, 2 tahun PPS Wusta, 2 tahun PPS ‘Ulya,” sambungnya.
Dijelaskan Waryono, saat ini ada 64.800 santri yang memenuhi syarat dan terdaftar dalam Daftar Nominatif Tetap (DNT) Peserta Ujian Pendidikan Kesetaraan Nasional 2024. Jumlah ini naik 4.948 santri (7,6%) dibanding peserta ujian nasional 2023 (59.852 santri).
“Mereka telah diverifikasi dan divalidasi melalui lintas aplikasi (EMIS-Kemenag & DAPODIK-Kemendikbud Ristek), sehingga rekam jejak NISN santri yang bersangkutan terlihat jelas masa studinya baik di sekolah, madrasah maupun pondok pesantren salafiyah,” ujarnya.
“Hingga saat ini, Kementerian Agama belum menerima aduan santri yang terkendala menjadi calon peserta ujian kesetaraan nasional,” sambungnya.
Waryono memastikan, mereka yang tidak bisa mengikuti ujian Pendidikan kesetaraan karena tidak memenuhi syarat. Misalnya, tidak memiliki rekaman pendidikan di pesantren, atau masa belajar di pesantren kurang dari dua tahun (rata-rata 1 tahun di kelas akhir di setiap jenjang).
“Tentunya, dengan masa belajar yang pendek tersebut mereka belum memiliki kompetensi yang mencerminkan sebagai seorang santri pada pesantren,” tandasnya.
Tags:
PesantrenBagikan: