AGPAII Jawa Timur Gelar Seminar Nasional Penguatan Keislaman dan Kebangsaan

AGPAII Jawa Timur Gelar Seminar Nasional Penguatan Keislaman dan Kebangsaan

Ponorogo (Pendis) - Dalam rangka menyambut Musyawarah Wilayah (Muswil) Ke-3 Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Jawa Timur, 13-15 September 2019, diselenggarakan Seminar Nasional dengan tema Menjaga Keragaman, NKRI, Pancasila dan Menguatkan Wawasan Islam Rahmatan Lil Alamin.

Hadir sebagai narasumber Wakil Bupati Ponorogo Sudjarno, Ketua Umum PP AGPAII Mahnan Marbawi, dan Sekretaris Pokja Implementasi Moderasi BerAgama Ditjen Pendidikan Islam Anis Masykhur.

Anis Masykhur memaparkan tentang pentingnya memahami makna moderasi beragama. Di hadapan 1600 Guru PAI se Jawa Timur, Anis menjelaskan pentingnya memahami moderasi sebagai sikap keberagamaan terbaik. Ia mencontohkan konsep dan praktik tasawuf Al-Hallaj tentang wihdatul wujud yang dianggap ekstrem dalam tasawuf. Pada akhirnya, ia dihukum mati oleh penguasa saat itu. "Syekh Siti Jenar yang dihukum mati dengan ajaran ektrem tasawufnya, yakni manunggaling kawulo gusti," ujarnya di Ponorogo Ahad (15/09).

Kondisi berbeda tentang apa yang disampaikan Syekh Abdul Qadir Jaelani yang tertuang dalam manaqibnya, dinyatakan, Seandainya aku semasa dengan Al Hallaj maka akan aku pegang tangannya. "Ini menunjukkan bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani memiliki pemahaman bertasawuf secara moderat," papar Anis.

Sudjarno, menuturkan bahwa keanekaragaman budaya nusantara terutama di Kabupaten Ponorogo menjadi aset sosial yang harus disadari sebagai kekayaan bangsa. "Reog Ponorogo, bagi kelompok tertentu dianggap mengandung ritual kemusyrikan. Padahal dalam sejarahnya, Reog Ponorogo menjadi instrumen kritik sosial dan kritik kekuasaan pada saat itu," ujar Sudjarno.

Mahnan Marbawi mengapresiasi anak-anak yang mau menekuni seni tradisional seperti Reog Ponorogo. "Anak Generasi Z pada umumnya sudah tidak merasa asyik dengan seni tradisional. Mengenal seni budaya bagian dari aspek memperkuat wawasan kebangsaan," ungkap Marbawi.

Forum Muswil ini menghasilkan beberapa rekomendasi, antara lain: Pertama, memberikan kepastian guru PAI. Peserta Muswil berharap, GPAI diangkat dan dibina oleh Kementerian Agama ke depannya.

Kedua, sertifikasi agar segera diselesaikan. "Saat ini, kuota Kemenag hanya menyediakan kuota 2000an. Jika saat ini masih ada 60.000 GPAI, maka sertifikasi akan selesai 30 tahun lagi," ujar Ghozali, Ketua AGPAII Jawa Timur.

Ketiga, Pemerintah segera memenuhi ketercukupan guru PAI secara nasional. Kekosongan ini kalau tidak diantisipasi, maka dikhawatirkan akan diisi orang-orang yang tidak berkompeten mengajar PAI. Keempat, AGPAII akan mengawal seluruh upaya meningkatkan kesejahteraan guru PAI. (Anis M/ M Yani)


Tags: