Baru 26,1% Anak Berkebutuhan Khusus Bersekolah

Baru 26,1% Anak Berkebutuhan Khusus Bersekolah

SOLO- Dari 231.371 anak berkebutuhan khusus usia sekolah yang ada di Indonesia, baru 26,1% atau 85.645 anak yang bisa mengenyam dunia pendidikan. Sementara, sebagian besar lainnya belum bisa menikmati sekolah.
”Di antara yang sudah sekolah itu, hanya 15.144 anak bersekolah umum dengan pendidikan secara inklusi. Mereka lebih banyak yang di sekolah khusus penderita cacat,” kata Dr Sutji Hariyanto MPd MM.

Dalam seminar internasional pendidikan inklusi di FKIP UNS, baru-baru ini, Direktur Pendidikan Luar Biasa Kemendiknas itu mengatakan, jika dibandingkan dengan jumlah penderita cacat secara keseluruhan di Indonesia, masih relatif sedikit. Jumlah penyandang cacat ada 1,4 juta orang.
”Artinya, yang mengenyam dunia pendidikan jauh lebih sedikit lagi. Hal ini terjadi karena kendala-kendala masih kurangnya kesadaran masyarakat yang memiliki anak berkebutuhan khusus.”

Bahkan ada yang menganggap aib, menularkan penyakit, sampai yang berpendapat anak cacat hanya boleh sekolah di sekolah khusus. Atau pihak sekolah yang menilai keberadaan mereka akan menurunkan mutu sekolah.
”Padahal sebenarnya pemerintah mendorong agar sekolah membuka pendidikan inklusi, yang bisa menerima anak dengan kebutuhan khusus. Sebab pengalaman, anak cacat yang sekolah di sekolah umum jauh lebih cepat berkembang.”

Satu Atap

Porsi sekolah luar biasa sampai saat ini lebih banyak diambil swasta, yakni 1.112 sekolah atau 76%. Sisanya sekolah berstatus negeri 343 sekolah.
Pihak swasta sebetulnya sudah banyak mengambil peran. Hanya, kendalanya persebaran yang masih belum merata di berbagai daerah. Semuanya cenderung terpusat di Jawa dan terbanyak di Jatim, serta paling sedikit di Papua.
”Bandingkan dengan Jepang yang sekolahnya mencapai 1.455, semuanya hampir sudah menggunakan sistem sekolah satu atap mulai SD sampai SMA. Jadi sekolah model campuran,” ungkapnya.

Kemendiknas selama ini telah berupaya menambah fasilitas penyelenggaraan pendidikan inklusi. Termasuk menyediakan guru, melakukan pendidikan dan latihan, serta menambah anggaran.
”Tentunya masyarakat juga harus didorong terus agar kesadarannya meningkat, sehingga mereka bisa memahami anak yang berkebutuhan khusus juga layak mendapatkan pendidikan,” tegas dia. (an-75)


Tags: