Berkah Kasus Arteria di Kementerian Agama

Berkah Kasus Arteria di Kementerian Agama

Persepsi golongan masyarakat bahwa Kementerian Agama RI banyak memiliki kekurangan pada pelayanan masyarakat dalam melaksanakan fungsinya bukan hal baru. Akan tetapi fenomena kebersamaan dan kekompakan seluruh elemen Kementerian Agama dalam menjelaskan konsep yang kurang tepat kepada masyarakat dalam kasus Arteria Dahlan, yang menyoroti nakalnya travel perjalanan haji dan umroh, justru merupakan hal baru.

Pembelaan muncul tak hanya dari elemen pelaksana tugas dan fungsi, melainkan dari seluruh elemen masyarakat luas. Dalam elemen Kementerian Agama RI sendiri, hampir semua level jajaran Eselon I dan seluruh pegawai melakukannya.

Meski peristiwa umpatan kata tak senonoh legislator Komisi III DPR RI itu terjadi pada pekan akhir Maret 2018, tapi sikap seluruh elemen yang dinaungi oleh tiap Eselon I di Kementerian Agama masih terus mengalir bak air bah. Baik elemen pusat maupun daerah.

Sampai pekan pertama April 2018, Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kota Tasikmalaya menyatakan sikapnya. Begitu pula Asosiasi Peneliti Agama Indonesia. Sebelumnya, sikap serupa ditunjukan Forum Wakil Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia. Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (PP APRI) tak ketinggalan, bahkan tergolong awal dalam menyatakan sikap.

Tuntutan mereka hampir seragam: Arteria dituntut minta maaf kepada seluruh aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Agama. Menggiring Arteria ke meja Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPRI RI dan keputusan MKD memberi sanksi pemecatan bukanlah pengecualian.

Forum Wakil Rektor PTKIN seolah telah mengantisipasi. Bila tuntutan elemen tak menggerak MKD memecat Arteria, Forum Wakil Rektor PTKIN memberi sanksi sosial. Dalam pernyataan sikapnya, forum ini menyerukan kepada masyarakat agar Arteria tidak dipilih lagi pada Pemilu Legislatif 2019.

Kasus Arteria seolah menjadi media informasi cuma-cuma, tanpa harus menggandeng konsultan komunikasi handal dalam mempertegas fungsi Kementerian Agama. Pemberitaan media massa yang menyorot kinerja kementerian ini dengan sendirinya menjadi `advertorial`.

Kementerian Agama melaksanakan dua fungsi utama dalam pembangunan Indonesia: fungsi agama dan fungsi pendidikan. Fungsi agama terkandung dalam pelaksanaan kerukunan antar umat beragama, pelayanan ibadah haji dan umrah, pelayanan nikah dan penjaminan produk halal. Bentuk pelayanan yang lazim dirasakan langsung oleh masyarakat adalah pelaksanaan pelayanan ibadah haji dan umrah serta pelayanan pernikahan.

Kementerian Agama mencerminkan seluruh tugas dan fungsi yang melekat dengan pengejawantahan peningkatan kualitas kesehatan, kondisi politik, ekonomi dan sosial NKRI. Pelaksanaan pelayanan nikah memuat bimbingan pra nikah menginformasikan kepada publik tentang mewujudkan keharmonisan rumah tangga dari unsur organisasi terkecil sebuah negara, yaitu keluarga. Keluarga baik menghasilkan generasi yang baik pula.

Demikian pula pelayanan pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Mempersiapkan fisik yang baik pada saat ibadah, merupakan upaya meminimalisir penyebaran penyakit dari dalam negeri maupun di luar negeri. Penyediaan produk halal, sama artinya menyediakan kesehatan bangsa. Pengelolaan zakat dan wakaf produktif, identifikasi konflik SARA serta pencegahan dan penanganannya, menunjukan fungsi Kementerian Agama RI dalam menjaga stabilitas nasional. Meskipun semua hal itu dilaksanakan di tengah keterbatasan anggaran negara.

Antar Eselon I juga memaklumi bila pelaksanaan fungsi pendidikan cukup besar dalam hal anggaran. Dilihat secara proporsional sebagian besar anggaran pada fungsi ini dipergunakan untuk biaya tunjangan profesi guru-dosen, Biaya Operasional Sekolah serta beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa kurang mampu. Sedangkan untuk peningkatan sarana dan prasarana lembaga pendidikan sendiri masih belum memadai, antara lain karena keterbatasan anggaran.

Namun fakta keterbatasan itu dapat dijembatani dengan baik bila semangat kebersamaan yang mengemuka dari polemik Arteria itu dijawab melalui penjelasan tiap elemen. Akan elok, jika semangat kebersamaan tersebut bukan merupakan fenomena sesaat, tetapi menjadi momentum mencapai tujuan keberhasilan kelembagaan. Sehingga terpantul cermin Kementerian Agama secara utuh, jelas, jernih dan indah, semakin mengikis ego sektoral tiap penanggung jawab tugas dan fungsi, lantaran Kementerian Agama merupakan satu tubuh.

Menguatnya solidaritas seluruh elemen Kementerian Agama mencerminkan kelengkapan anatomi satu tubuh itu. Didukung oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia yang berpegang pada etika dan kepatutan, tentu modal penting organisasi kelembagaan kementrian ini dalam mencapai tujuan melayani masyarakat.

Jika soliditas tersebut terus terpupuk secara tulus, tanpa menonjolkan satu sama lain, ini menjadi `jalan tol` untuk memompa kinerja dalam mencapai tujuan lembaga. Ekspos media dan media sosial yang menilai sikap Arteria sebagai praktik tuna etika dan kepatutan itu, perlu disambut secara internal dan eksternal.

Secara internal: diktum ego sektoral salah satu biang macetnya pelayanan publik yang efektif dan efisien menjadi refleksi kepekaan humanis tiap jajaran dalam melaksanakan kebijakan publik. Harmonisasi antar tugas pokok dan fungsi di tiap Eselon I di berbagai garis konsultatif dan koordinatif semakin tertuntut. Tak terkecuali pelaksanaan reward and punishment dengan seadil-adil terapan dalam koridor reformasi birokrasi.

Secara eksternal: menjadi momentum jajaran Kementerian Agama RI mengkomunikasikan pesan apa yang telah dicapai selama ini di segala lini kepada seluruh elemen masyarakat sebagaimana cara pandang terhadap kemajuan institusi. Pasca Reformasi 1998, kemajuan institusi ukurannya ada pada proses dan progres.

Dalam melaksanakan prosesnya, kriteria penilaian dan target ditetapkan terlebih dulu. Kemudian diterapkan secara berkala, semisal per triwulan dari rencana target yang hendak dicapai. Bagaimana mungkin terpetakan kemajuan bila ukurannya saja belum ditetapkan. Tapi yang lebih penting: dari kemajuan yang sudah ada, sekecil apapun segera ditularkan pada kemajuan di unit lainnya, dan terus dipublikasikan ke kantong masyarakat.

Prinsipnya: sukses di unit kecil diikuti sukses di unit lainnya yang lebih besar. Dengan cara itu kemajuan akan terlihat. Begitupun bila terdapat kekeliruan dan menemui jalan buntu. Kebijakan segera digiring ke jalur awalnya dan perlu terobosan agar tidak berlarut-larut, agar tingkat destruksinya tidak menular ke mana-mana. (Imufazaki/dod)

*Tulisan ini merupakan pandangan pribadi


Tags: