Direktorat PD-Pontren menggagas  Madrasah Diniyah Takmiliyah di Sekolah

Direktorat PD-Pontren menggagas Madrasah Diniyah Takmiliyah di Sekolah

Jakarta (Pendis) Direktorat PD.Pontren (Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren) melakukan diskusi legal drafting Kesepakatan Bersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah pada Sekolah dan Masyarakat. Acara yang diselengarakan pada 6 September 2016 ini dihadiri oleh Direktur, kepala subdit dan kepala seksi di lingkungan Direktorat PD.Pontren bertempat di ruang rapat Direktorat, sebagai tindak lanjut dari Proyek Perubahan Diklatpim Tingkat IV Angkatan 29 Tahun 2016 yang dimotori oleh Dr. H. Suwendi, M.Ag, salah seorang Kepala Seksi pada Subdit Pendidikan MDT Direktorat PD.Pontren.

Dr. H. Mohsen, MM, Direktur PD.Pontren, mengatakan: "Legal drafting ini untuk menjembatani sekaligus menjadi payung hukum atas kebijakan yang akan ditempuh oleh Direktorat berupa Perluasan Akses MDT melalui Sekolah". Dalam pertemuan itu dijelaskan beberapa alasan sehingga kebijakan ini perlu dilakukan. Pertama, sesuai PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam Pasal 1 dijelaskan bahwa MDT merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang sebagai pelengkap pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Melihat landasan yuridis ini, MDT memiliki peranan penting terutama penguatan PAI bagi siswa sekolah sebagai jenis pendidikan umum yang mengalokasi waktu belajar untuk mata pelajaran PAI hanya 2-3 jam pelajaran setiap minggu. Nyatanya, berdasarkan data EMIS 2014/2015, jumlah santri MDT berjumlah 6.000.062 jiwa atau 13.46% dari populasi siswa pada sekolah yang berjumlah 44.559.915 jiwa. Artinya, masih ada sekitar 86,54%. siswa sekolah yang belum mendapatkan layanan MDT. Oleh, karenanya, perlu kita mendekatkan layanan MDT di sekolah. Kedua, minimnya akses terhadap MDT ini berakibat pada minimnya pengetahuan agama Islam di kalangan siswa pada sekolah sehingga pada gilirannya mudah terpengaruh pada pemahaman keagamaan yang radikal. Potensi radikalisme di kalangan siswa sekolah, menurut beberapa penelitian, masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Ketiga, kebijakan penguatan MDT mendapatkan momentumnya terutama pasca lahirnya sejumlah Peraturan Daerah Wajib Belajar MDT yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam konteks ini perlu dilakukan kebijakan Direktorat untuk menyelaraskan animo Pemda tersebut.

Draft Kesepakatan dimaksud terdiri atas 10 pasal yang mengatur tentang maksud dan tujuan, ruang lingkup, tugas dan tanggung jawab pada 3 (tiga) kementerian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pembiayaan, jangka waktu kesepakatan, dan komitmen untuk melakukan penyusunan secara bersama-sama.

Dalam diskusi itu disimpulkan bahwa secara prinsip draft kesepakatan itu dapat ditindaklanjuti lebih lanjut dengan mempertimbangkan sejumlah masukan dan koordinasi dengan sejumlah pihak sehingga dapat segera untuk ditetapkan secara bersama-sama. (Swd)


Tags: