Dirjen Pendis saat menyampaikan laporan AICIS 2023

Dirjen Pendis saat menyampaikan laporan AICIS 2023

Surabaya (Pendis) - Umat Islam di seluruh dunia menghadapi tantangan baru dan kompleks, dalam konteks mengejawantahkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam sebagai sebuah agama dan pandangan hidup bagi pemeluknya. Baik dalam lingkungan mikro dan makro, praktik keber-Islam-an diupayakan untuk diterima dan relevan dengan kebutuhan global, khususnya dalam konteks kedamaian, keharmonian, dan kesejahteraan kehidupan manusia. 

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani pada penyampaian laporan gelaran Opening Ceremony The Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023. Ramdhani menegaskan agar umat Islam bisa membuktikan kepada dunia, bahwa Islam benar-benar rahmat bagi kemaslahatan alam semesta dan menjadi solusi bagi masalah kemanusiaan universal dengan pendekatan yang lebih humanistik dan progresif menuju masyarakat yang adil dan beradab.

"Linier dengan kebutuhan ini, meniscayakan para cendekiawan dan ulama ditantang untuk menggali dan mengungkap fleksibilitas dan relevansi ajaran Islam di tengah gelombang era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang menyebabkan perubahan dan disrupsi yang cepat di segala aspek kehidupan manusia," ujar Ramdhani di Surabaya pada Selasa (02/05/2023). 

Menurut Ramdhani, Al-Qur'an dan As-Sunnah perlu ditafsirkan kembali dalam pendekatan yang lebih kontekstual dan relevan oleh para ahli fuqaha dan ahli hukum Islam, terkait dengan pertanyaan dan kebutuhan Islam kontemporer serta kemanusiaan universal dalam masyarakat global. AICIS, terangnya, sebagai wadah bagi para pakar dan akademisi untuk mendiskusikan secara intensif yang tidak hanya berbasis pengetahuan akademik saja, namun juga berangkat dari kasus-kasus di lapangan terkait dengan isu-isu fiqh dan hukum Islam. 

"Perdebatan dalam isu-isu fiqh kekinian, akan dikaji dan dipaparkan dalam konteks perkembangan umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman," katanya.

"Selain itu, AICIS 2023 ini juga memberi ruang bahasan untuk membuktikan kebutuhan dan perubahan fiqh dalam menghadapi perubahan masyarakat post-modern," lanjut Ramdhani.

Ramdhani menyebutkan, ada lima alasan kenapa AICIS 2023 berbeda dibandingkan dengan gelaran AICIS pada tahun-tahun sebelumnya. Pertama, pemilihan tema utama yang diangkat pada AICIS tahun ini, merupakan wujud respon atas tantangan yang pernah disampaikan oleh Gus Menteri pada gelaran AICIS, baik di Solo Tahun 2021 maupun AICIS di Mataram Tahun 2022. 

"Jika AICIS sebelumnya menekankan sharing ideas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkembang di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam sehingga tema yang diangkat cenderung lebih luas, AICIS 2023 dirancang sebagai forum Indept Discussion di bidang ilmu fiqh, sehingga temanya lebih fokus," terangnya.

Kedua, AICIS 2023 mengintegrasikan kajian teoritis dengan pengalaman empiris, tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dan spirit perdamaian dalam kehidupan beragama, dengan mempertemukan para pelaku di lapangan dan akademisi ternama.

Ketiga, penyelenggaraan AICIS pertama kalinya berkolaborasi dengan 10 Jurnal PTKI terindeks Scopus dari 55 Jurnal Terindeks Scopus yang mendaftar sebagai mitra AICIS. "Sebagai tindak lanjutnya, naskah yang terpilih yang dipresentasikan, selanjutnya akan dikelola sesuai standar penanganan naskah jurnal, dan akan dipublikasikan di Jurnal terindeks Scopus," tuturnya.

Keempat, jika AICIS sebelumnya lebih berorientasi pada apresiasi kinerja akademik, AICIS 2023 lebih berorientasi pada policy recommendation. Terakhir, dalam rangka mendukung program transformasi digital Kementerian Agama, penyelenggaraan AICIS 2023 dilandasi oleh spirit dan mindset digital, sehingga semua aspek penyelenggaraan berbasis digital. Seluruh produk yang dihasilkan dari AICIS terutama Manual Book dan kumpulan Abstrak Papers dapat diakses melalui Aplikasi Pusaka Superapps.

"AICIS bukan sekedar forum akademik yang eksklusif dan teoretik, tetapi AICIS menjadi bagian dari forum akademik yang merumuskan berbagai solusi atas tantangan riil pada permasalahan-permasalahan nyata kemasyarakatan," tegas Ramdhani.

Ramdhani berharap konferensi AICIS 2023 ini menghasilkan rumusan Surabaya Charter (yang nanti akan dideklarasikan bersama). Beliau melaporkan perhelatan AICIS kali ke-22 ini berlangsung di Surabaya tanggal 2-5 Mei 2023 dengan membahas empat sesi pleno.

Pertama, Sesi Pleno: "Rethinking Fiqh for Non-violent Religious Practices”. Sesi ini akan melibatkan tiga pembicara kunci: Dr. (HC). K. H. Yahya Cholil Staquf dari Indonesia, Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA dari Indonesia, dan Prof. Abdullahi Ahmed An Na'im dari Amerika Serikat. 

Kedua, Sesi Pleno: "Recounting Fiqh for Religious Harmony". Ada empat pembicara dalam sesi ini, yaitu: Prof. Dr. Usamah Al-Sayyid Al Azhary dari Universitas Al Azhar di Mesir, Muhammad Al Marakiby, Ph.D dari Mesir, Dr. Muhammad Nahe'i, MA dari Indonesia, dan Prof. Dr. Rahimin Affandi Bin Abdul Rahim dari Malaysia. 

Ketiga, "Maqashid al-Syariah as a Reference and Framework of Fiqh for Humanity." Sesi ini akan melibatkan tiga pembicara: Prof. Mashood A. Baderin dari Inggris, Dr. (HC) K. H. Afifuddin Muhajir dari Indonesia, dan Prof. Dr. Şadi Eren dari Turki. 

Keempat, "The Negotiated Shari'ah: Between Religiosity and Humanity in Current Development of Indonesia." Sesi ini akan melibatkan tiga pembicara: Prof. Tim Lindsey Ph.D dari Australia, Prof. Dr. Mohd. Roslan Bin Mohd Nor dari Malaysia, dan Ning Allisa Qotrunnada Wahid dari Indonesia.


Tags: # AICIS2023