Distribusi Guru Antar Wilayah, Solusi Ancaman Pensiun Massal Guru SD

Distribusi Guru Antar Wilayah, Solusi Ancaman Pensiun Massal Guru SD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pensiun massal guru angkatan 1970-an bisa jadi ancaman jika tak ditangani dengan serius. Hal ini karena beberapa daerah saat ini masih kekurangan guru, padahal di daerah lain bisa jadi kelebihan guru. Oleh karena itu, solusi terbaik untuk mengatasi ancaman massal ini ialah distribusi guru antar wilayah.

Pensiun massal ini terjadi karena pengangkatan massal tenaga guru SD dilakukan pemerintah pada 1974 lalu. Hal itu sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor I tahun 1974, guna meningkatan mutu pendidikan dasar proses pengangkatan guru jadi lebih mudah. "Perlu ada komitmen serius Pemerintah daerah dalam upaya mengatasi ancaman ini, karena saat ini penempatan guru ditangani daerah," ucap Baedhowi, mantan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Kementerian Pendidikan kepada Republika, Kamis (27/1).

Menurut Pelaksana Tugas Direktorat Menengah ini, distribusi bisa saja dilakukan jika ada kesepakatan antar Pemerintah Daerah. Sehingga selain komitmen, ia juga meminta peran aktif dari Pemda untuk melakukan distribusi sehingga terjadi pemerataan. Ia menyatakan, hingga saat ini pemerataan guru masih cukup timpang khususnya antara kota dan daerah. "Satu hal yang menghambat pemerataan guru ialah pemetaan yang belum selesai dilakukan Pemda Daerah," urainya.

Pemetaan menurutnya amat penting untuk menentukkan mana daerah yang kekurangan guru dan mana yang justru amat berlebih. Intinya pemetaan itu harus dilakukan amat serius dan teliti. Ia yakin jika di wilayah kabupaten ataupun desa sampai kekurangan guru, maka terjadi penumpukan guru di kota.

"Jadi daerah tak asal mengajukan kekurangan guru, justru yang harus dilihat mana daerah yang kelebihan guru," ucapnya.

Soal formula pengangkatan guru yang dibatasi oleh Pemerintah pusat, hal ini dilakukan sebagai sistem kontrol agar tidak terjadi penumpukan di satu daerah. Kemudian soal sertifikasi yang dinilai lamban, menurutnya bukannya lamban tetapi ada guru yang belum memenuhi persyaratan sertifikasi.

"Sertifikasi sebenarnya berjalan normal dan terus dilakukan hingga kini. Tapi kondisi di lapangan banyak guru yang tidak bisa mengajar selama 24 jam per minggu. Jadi tak memenuhi syarat sertifikasi," pungkasnya.

Sebelumnya Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh mengakui bahwa saat ini distribusi guru di daerah tak merata. "Kalau dilihat dari rasio tingkat nasional dan provinsi, itu hampir semuanya bagus-bagus, tapi kalau dilihat lagi di tingkat kabupaten dan kota, maka akan terlihat lag antar daerah," ucap Nuh.

Seperti di provinsi Nangroe Aceh Darussalam, rasio pembagiannya cukup baik yaitu 1:18, artinya satu guru bisa mengajar pada delapan belas siswa. Akan tetapi jika dilihat di tingkat kabupaten sangat terlihat perbedaan luar biasa. "Di Sabang itu 1:8 akan tetapi di Aceh jaya 1:55," ungkapnya.

Selain itu menurut Nuh, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga akan membuat regulasi khusus untuk distribusi antar provinsi. "Kita akan push pemerataan dari tingkat provinsi agar tidak lagi provinsi yang kekurangan guru," paparnya.

Menanggapi banyak guru yang akan pensiun, Sulistio, Ketua Umum PGRI menyatakan selama ini masalah persebaran guru menjadi titik rawan dari ancama pensiun masal ini. "pesebaran ini menjadi masalah di daerah pedesaan, pinggiran, perbatasan dam swasta kecil," ungkapnya. Bisa jadi menurutnya akan banyak daerah yang akan kekurangan guru saat tahun 2014 nanti.

Ia mengingatkan bahwa pihaknya sudah tak lagi menerima bahwa Pemerintah hanya bisa bersedih dan mengeluh saja soal itu. "Perlu ada tindakan nyata dari Pemerintah, karena yang berhak menekan dan membuat regulasi yang tepat untuk mengatasi hal ini hanya Pemerintah," tegasnya.


Tags: