Ditjen Pendis Susun Rencana Aksi Atas Hasil Kajian KPK

Ditjen Pendis Susun Rencana Aksi Atas Hasil Kajian KPK

Jakarta (Pendis) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kajian terkait bantuan operasional PTN/PTKIN, pengelolaan aset dan pengadaan barang dan jasa. Atas hasil kajian tersebut, Ditjen Pendidikan Islam yang diinisiasi oleh Bagian Organisasi, Kepegawaian dan Hukum (OKH) menyusun rencana aksi (action plan) guna memperbaiki kekurangan-kekurangan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh KPK. Penyusunan rencana aksi ini dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Februari 2017 di Gedung Kementerian Agama RI dengan melibatkan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam sebagai leading sector dalam menangani persoalan PTKI.

Keterlibatan KPK pada pelaksanaan program kerja Kementerian Agama memang sudah diagendakan pada tahun sebelumnya guna meningkatkan akuntabilitas dan transparansi serta efektivitas dan efisiensi realisasi program kerja. Meskipun sudah ada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama selaku auditor internal, tetapi peran KPK dinilai akan sangat membantu keberhasilan pelaksanaan program.

Ada 7 (tujuh) PTKIN yang dijadikan objek kajian oleh KPK, yaitu UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sultan Syarif Kasim Pekanbaru, IAIN Antasari Banjarmasin, IAIN Raden Intan Lampung, STAIN Jurai Siwo Metro, dan IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Rencana aksi yang disusun oleh Ditjen Pendidikan Islam adalah berdasarkan rekomendasi umum dari KPK. Rekomendasi umum yang terdiri dari 10 (sepuluh) poin itu dijabarkan ke dalam langkah-langkah konkret yang terukur serta unit kerja yang bertugas menanganinya.

Kepala Bagian Ortala dan Kepegawaian, M. Munir, mengharapkan agar rencana aksi ini dapat direalisasikan dengan baik. Pengalamannya sewaktu menjadi Kepala Subbagian Tata Usaha pada Direktorat Pendidikan Madrasah dalam menangani rencana aksi bersama KPK ini memberikan optimisme tersendiri.

Sementara itu, Kepala Bagian Perencanaan, Kastolan, mengingatkan agar matriks rencana aksi yang dibuat tidak terlalu memaksakan terkait waktu pelaksanaannya sehingga benar-benar memiliki cukup waktu untuk merealisasikannya. "Tidak perlu pasang deadline yang terlalu cepat jika dirasa memang sulit dalam pelaksanaannya," ungkap Kastolan. (nanang/dod)


Tags: