Efisiensi Biaya Tak Tercapai

Efisiensi Biaya Tak Tercapai

SEMARANG- Penambahan jenis paket soal ujian nasional (UN) dari dua menjadi lima paket, justru tidak sesuai dengan semangat efisiensi anggaran negara.

Terlebih jika soalnya sekadar dibolak-balik antara paket soal satu dengan lainnya.

Selain itu, juga dinilai semakin mempertinggi upaya permainan atau penggelembungan biaya cetak oleh para pejabat yang terlibat dalam pengadaan.

”Ini kan ironis. Sebab, dalam dunia pendidikan, yang harus diupayakan adalah bagaimana mencapai kualitas pendidikan yang tinggi dengan anggaran seminimal mungkin, mengingat beban APBN semakin berat alias defisit demi menanggung berbagai problematika penyejahteraan masyarakat,” kata Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU Jawa Tengah Mulyani M Noor, kemarin.

Menurutnya, kebijakan tersebut memang bisa mengurangi peluang para siswa menyontek, tetapi tidak bisa membuat mereka tidak menyontek sama sekali. ”Sepanjang pihak sekolah dan siswa ingin mendapat nilai setinggi-tingginya dengan berbagai macam cara, kecurangan pasti selalu diusahakan,” tuturnya.

Yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah lebih pada pembinaan mental para guru, kepala sekolah, dan siswa agar menjaga konsistensi dan meningkatkan kedisiplinan, sehingga meminimalkan berbagai kecurangan. ”Selain itu, anggapan bahwa lulus UN adalah segalanya, harus dihapus. Terlebih kriteria kelulusan saat ini tidak hanya ditentukan UN,” ungkapnya.
Tamparan Keras Kebijakan penambahan jenis soal UN, menurut Mulyani, justru tamparan keras bagi para guru, karena dianggap selama ini tidak berhasil melakukan pengawasan dalam UN. ”Upaya introspeksi harus segera dilakukan para guru dan sekolah. Tim independen juga dituntut lebih mengetatkan pengawasan,” lanjutnya.

Pihaknya berharap, jika kebijakan tersebut benar-benar diimplementasikan, pemerintah harus membuat materi soal yang berbeda tiap paketnya. Meskipun tetap dalam standar kelulusan (SKL) dan bobot soal yang sama.

Ketua Persatuan Guru dan Karyawan Swasta Jateng Muhzen Adv menilai, dari sisi target yang ingin dicapai, dengan adanya penambahan jenis soal baru membuat hasil UN lebih dapat dipercaya. ”Namun, dari sisi penganggaran, termasuk pemborosan. Sebetulnya jenis soal ada dua atau tiga sudah cukup. Yang penting ialah memperbaiki sistem pengawasan,” tutur dia.

Muhzen justru mempertanyakan kebijakan penambahan jenis soal oleh pemerintah. ”Mengapa harus ada lima jenis soal? Padahal, sistem kelulusan sudah cukup bagus dengan memperhitungkan hasil nilai sekolah, di samping hasil UN,” kata anggota Komisi E DPRD Jateng itu.
Dia mengingatkan agar jangan sampai ada penyelewengan anggaran UN yang besarnya sekitar Rp 600 miliar. Seluruh pihak didorong ikut mengawasi jalannya UN mulai pra hingga pascapelaksanaan.

Dikatakan, DPRD Jateng siap mengawasi proses UN, terutama pendistribusian naskah soal hingga pengoreksian lembar jawaban dan proses penentuan kelulusan. ”Pokoknya jangan sampai ada penyelewengan dalam proses itu, karena UN sangat diharapkan mengukur kualitas pendidikan demi penetapan kebijakan pembangunan pemerintah pusat dan daerah,” tandasnya. (H70-37)


Tags: