Epigenetik dan Semangat Pendidikan

Epigenetik dan Semangat Pendidikan

PSIKOLOGI positif sering membicarakan bahwa kelemahan psikologi terdahulu adalah sering menganggap manusia sebagai korban (victim). Korban masa lalu yang tidak bahagia, korban pendidikan orang tua yang salah, korban kelakuan tetangga, dan korban gen atau faktor keturunan yang buruk. Akibatnya, manusia tidak berdaya, seakan memang sudah ditakdirkan sengsara, bodoh, dan berkarakter buruk oleh Yang Mahakuasa. Keadaan seperti ini akan memengaruhi semangat pendidikan seseorang.

Apakah memang demikian? Studi yang dilakukan oleh Heartmath Institute ternyata menunjukkan hal lain. Gen individu kadang-kadang disalahkan karena sudah dibuat cetak birunya seperti itu. Apakah benar Tuhan menginginkan manusia celaka, bodoh, atau tidak berpendidikan? Tentu saja tidak. Tuhan itu penyayang, pengasih, adil, bahkan mendidik agar manusia menjadi cerdas. Untuk menjawab pertanyaan itu perlu menggunakn ilmu yang disebut epigenetik. Hal ini mengacu terhadap pada pengetahuan yang mempelajari bagaimana perkembangan sistem biologi, evolusi, dan fungsi sistem biologi dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang bekerja di luar sekuensi DNA, termasuk intraselular, lingkungan dan energi dalam diri kita.

Perbedaan Penting

Institute Heartmath setelah melakukan studi selama dua dasawarsa menemukan bahwa penghargaan, cinta terhadap seseorang atau marah dan cemas juga memengaruhi b ahkan dapat mengubah hasil cetak biru DNA individu. Pakar biologi yang menekuni stem cell Bruce Lipton mengatakan, ada perbedaan penting antara genetik determinisme dan epigenetik

Temuan ini sangat menggembirakan, terutama dalam bidang pendidikan. Semangat belajar dan keinginan untuk menjangkau pendidikan lebih tinggi tidak boleh dipadamkan hanya karena kondisi fisik. Cetak biru yang sudah ada dalam DNA individu ternyata dapat berubah dengan niat baik, pikiran, dan emosi yang terkendali.

Emosi dan pikiran positif akan berdampak positif pada DNA manusia. Sebaliknya emosi negatif seperti marah dan cemas akan berdampak buruk pada cetak biru kita. Dalam membangkitkan semangat agar individu lebih memperoleh pendidikan yang holistik mengacu pada aspek kognitif dan emosi, maka memupuk emosi positif yang relevan menjadi sangat penting. Sebab, emosi positif itu akan dipancarkan oleh jantung ke seluruh bagian tubuh.

Tatkala kita mengaktivasi kekuatan jantung kita dengan komitmen, rasa ikhlas, perhatian, dan kasih sayang terhadap orang lain, sama saja kita membiarkan energi listrik jantung untuk bekerja dengan baik. Di sinilah fungsio pendidikan menjadi sangat penting. Hal ini dapat dilatih secara baik melalui pendidikan formal ataupun nonformal. (60)

— Ahmad Muhammad Diponegoro adalah dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta


Tags: