Guru Belum Posisikan Murid secara Aktif

Guru Belum Posisikan Murid secara Aktif

  • Dalam Proses Belajar Mengajar

WONOGRIRI- Sekitar 500 orang guru yang berada di Gedung Giri Cahaya Wonogiri dibuat tercengang dan larut dalam suasana haru dan hening. Tak satu pun guru memprotes, ketika tiga orang siswa tampil menyampaikan uneg-uneg menilai tentang keberadaan kiprah gurunya ketika mengajar.

Terlebih lagi ketika murid menggugat jangan bawa persoalan rumah tangga guru ke ruang kelas. Ada tiga murid SMAN 1 Wonogiri yang ditampilkan untuk mencurahkan isi hatinya tentang gurunya, yakni Diah, Arifita, dan Wahyu. "Kami menjadi bosan, ketika bapak atau ibu guru saat mengajar hanya membaca buku dan menyalinnya di papan tulis. Habis itu, memberi soal dan ditinggal pergi," ujar Diah dari kelas XI akselerasi.

Apalagi, tuturnya, ketika murid bertanya karena belum paham, tapi guru membalasnya dengan sikap tidak suka. Ini yang menjadikan suasana pembelajaran di dalam kelas menjadi tegang dan membuyarkan konsentrasi. "Tidak seperti pembelajaran di lembaga bimbingan belajar (bimbel), yang tutornya familiar dan suka menghargai eksistensi kami," timpal Arfita.

Mestinya, ungkap dia, pembelajaran di ruang kelas harus diciptakan serius tapi santai, rileks, dan tidak tegang, agar mata pelajaran yang disampaikan mudah masuk dan dipahami murid. "Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan seperti ini, mestinya guru jangan membawa persoalan rumah tangganya ke dalam kelas, supaya pembelajaran dapat profesional," ujarnya.

Berbicara profesionalisme guru, Wahyu yang juga siswa dari SMA Negeri 1 Wonogiri menimpali, mestinya jangan memosisikan murid sebagai objek. "Kami jangan diposisikan pasif. Tapi arahkan kami untuk dapat aktif, dapat ikut mengambil peranan dalam proses pembelajaran. Izinkanlah kami bersikap aktif," tutur Wahyu.

Curhat para siswa ini disampaikan secara terbuka di hadapan sekitar 500 guru yang tengah mengikuti bimbingan teknik (bimtek) bedah penelitian tindakan kelas (PTK) dan karya tulis ilmiah (KTI). Bimtek digelar oleh Koran Pendidikan, dengan menghadirkan narasumber Widyaswasra Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) DI Yogyakarta Drs Sugiyanta MPd dan Pengawas Pendidikan Kabupaten Banyumas Dra Dyah Budiarsih MPd.
Pemalsuan SK Drs Hendra Prasat MPd selaku penyelenggara Bimtek mengatakan, mencermati curhat ketiga murid tersebut, dapat disimpulkan betapa penting guru mengadakan PTK. "PTK dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan," kata Hendra.

Sugiyanta menyatakan tidak salah kalau murid mengeluhkan sikap pembelajaran guru di ruang kelasnya. "Karena selama ini, 90% waktu pembelajaran di kelas dikuasai guru. Hanya sekitar 10% yang diberikan murid," ujar Sugiyanta. Mestinya, guru bukan sebagai tukang tunjuk yang senantiasa memberikan doktrin sepihak. "Guru jangan main perintah, karena akan berdampak mematikan saraf sinapsis anak. Demikian halnya ketika guru memaksakan kehendaknya, itu mematikan kreativitas anak," ujarnya.

Berbicara masalah PTK, ternyata hanya 10% guru yang mampu membuat untuk bekal persyaratan naik pangkat ke golongan IV-B. Ironisnya, di Kulonprogo muncul kasus pemalsuan SK kenaikan pangkat golongan IV-B bagi guru dan pengawas pendidikan. Hal ini terjadi karena persyaratan PTK-nya pun dibuat palsu, bukan sebagai karya sendiri.

Pada bagian lain, Sugiyanta menyatakan meskipun telah banyak guru mendapatkan tunjangan profesi, mayoritas mereka tidak mampu mengembangkan profesionalitasnya. Dari hasil penelitian, dampak dari pemberian tunjangan profesi hanya menaikkan 14% profesionalitas guru. Mayoritas yang naik adalah omzet pembelian sepeda motor dan kredit mobil, serta meningkatkan pinjaman ke bank. "Mestinya dengan tunjangan profesi, guru harus meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya," tegas Sugiyanta.


Tags: