Ilmu Langka, Sulit Bekerja di Indonesia

Ilmu Langka, Sulit Bekerja di Indonesia

DOKTOR Lindarti Purwaningsih tidak mampu membendung air matanya ketika keluarga Sabtu petang menyiapkan syukuran berupa tumpengan di rumah Sendangrejo RT 20 RW 07 Jati, Sumberlawang, Sragen.
Maklum saja, tumpengan itu untuk menyambut kedatangan alumnus Max Planck Institute, sebuah institut penelitian terbesar di dunia yang berpusat di Jerman itu, pulang kampung.

’’Saya akhirnya pulang, terima kasih bapak dan ibu, serta adik kakakku,’’ tutur Lindarti sambil terisak.
Lindarti segera memeluk sang ayah Purwo Atmodjo (58) dan Sunarti (56), ibunda tersayang. Kebahagiaan terasa lengkap, karena malam itu sembilan putra-putri dan cucu keluarga besar Purwo Atmodjo ikut hadir. Syukuran juga memperingati ulang tahun Lindarti yang lahir 12 Februari 1981.

Orang pasti bertanya-tanya, apa teknologi nano itu dan bagaimana aplikasinya? Lindarti yang didampingi Agung Tulus Hidayat, kakaknya, mengatakan, teknologi nano adalah teknologi tinggi untuk merancang dan membuat temuan dengan ukuran superkecil, namun memiliki kemampuan teknologi luar biasa.

Di Indonesia, teknologi itu belum begitu dikenal, sehingga sulit bagi Lindarti jika bekerja di Indonesia. Karena itulah, Lindarti kemungkinan besar tetap akan melakukan riset di Max Planck Institute, Jerman.

Dana Luar Biasa

Dia menjelaskan, institut itu sangat kaya, memiliki dana luar biasa banyaknya. ’’Kalau kami melakukan riset atau menciptakan suatu alat, maka itu akan menjadi hak institut. Kalau soal biaya riset, wah sepertinya kami tidak perlu repot, karena dana yang disiapkan banyak sekali,’’ tutur putri ketujuh dari sembilan bersaudara yang masih melajang itu.

Produk yang dihasilkan juga berteknologi tinggi. ’’Misalnya kamera yang bisa dimasukkan ke pembuluh darah dan kamera pemotret jantung,’’ tutur alumnus S1 dan S2 Kimia di ITB Bandung itu.
Lindarti menyatakan bisa bergabung di institut itu setelah tertarik presentasi seorang profesor asal Jerman yang memaparkan tentang teknologi nano.

Memang jika dinalar, bagi orang awam hal itu mustahil, tapi seperti itulah penelitian Lindarti di Max Planck Institute yang pernah ikut menelurkan ahli aeronatika Indonesia seperti BJ Habibie.
Ternyata hasil dari teknologi nano itu sudah beredar di Indonesia. Di antaranya yang bisa dinikmati adalah komponen penyimpan data foto, komponen teknologi tv plasma, kamera pengintai, dan kamera antipantul.
Lindarti memiliki obsesi bisa membuat kamera pendeteksi sel kanker.

Sampai sekarang teknologi kedokteran masih sulit mendeteksi penyakit kanker. ’’Kalau teknologi nano itu bisa membuat kamera khusus superkecil, maka bisa digunakan untuk mendeteksi kanker,’’ tuturnya.
Dia berharap, ilmunya bisa bermanfaat di kemudian hari. ’’Seperti halnya BJ Habibie tahun 1975 belajar aeronoutika di Jerman, banyak orang menertawakan karena tidak paham. Namun, untuk 10 tahun ke depan orang akan menganggap ilmu nano teknologi akan besar manfaatnya,’’ tutur Agung. (Anindito AN-37)


Tags: