Kajian Cerdas Sekolah Lima Hari

Kajian Cerdas Sekolah Lima Hari

Wacana (Suara Merdeka) - "Bila sekolah 5 hari jadi kebijakan, sebaiknya manfaatkan Sabtu untuk mengasah kemampuan ekstrakurikuler"

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mewacanakan jam sekolah hanya dilaksanakan 5 hari dalam seminggu. Ia melontarkan gagasan itu lantaran libur akhir pekan diyakini dapat lebih mengintensifkan komunikasi para siswa itu dengan keluarga mereka di rumah. Terkait dengan hal itu, Dinas Pendidikan Jateng menyatakan akan segera mengkajinya bersama para pemangku kebijakan.

Peserta didik yang bersekolah 6 hari, bahkan kadang pulang sore memang terkuras tenaga dan pikirannya. Padahal kemampuan menangkap materi pelajaran dan fisik masing-masing berbeda. Permasalahan itu makin kompleks bila orang tua mereka lebih disibukkan urusan kerja, bahkan pulang sampai larut malam.

Sebenarnya orang tua merindukan juga berkelakar dengan buah hatinya pada saat mereka libur di rumah sehingga pertemuan itu dapat lebih berkualitas. Pengamatan penulis yang sudah lama menjadi guru, banyak orang tua sibuk, berangkat kerja ketika anak masih tidur, dan sepulang kerja anak mereka sudah kembali tidur.

Orang tua hampir tidak pernah berkomunikasi secara intens dengan anak. Terlebih bila ayah dan ibu mereka bekerja. Maka sewajarlah Ganjar mewacanakan sekolah hanya 5 hari. Sebelumnya, wacana itu juga bergulir di DKI Jakarta, yang dipandang sebagai barometer pendidikan di Indonesia. Pewacanaan itu juga mengundang pro dan kontra.

Adalah (waktu itu) Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang gencar menyuarakan kebijakan tersebut yang akhirnya menjadi keputusan publik. Sehubungan dengan kebijakan baru tersebut, peserta didik memiliki banyak waktu untuk beristirahat, berkumpul dengan keluarga atau melakukan aktivitas lain.

Menyikapi pro dan kontra sekolah 5 hari harus melihat sisi positif sekaligus negatifnya. Sisi positifnya, intensitas komunikasi anak dengan keluarga bisa lebih terjaga. Di pihak sekolah pun, terjadi efisiensi penggunakan energi listrik semisal yang biasa dipakai untuk AC/kipas angin, atau LCD projector. Belum lagi, pada Sabtu jalanan relatif lebih lengang.

Namun kebijakan sekolah 5 hari juga mengundang dampak bagi keluarga yang kurang, bahkan tidak harmonis. Apalagi bila peserta didik tinggal di lingkungan yang "tidak sehat", ditambah kesibukan orang tuanya. Bisa jadi mereka menjadi lebih nakal atau memilih mencari kesibukan di luar bersama teman-temannya.

Untuk Eskul

Bila sekolah 5 hari menjadi kebijakan, sebaiknya manfaatkan Sabtu untuk mengasah kemampuan ekstrakurikuler. Ada perbedaan penerimaan materi pada belajar dalam suasana formal dan informal. Dalam pembelajaran formal, bagi peserta didik yang kurang senang terhadap materi yang dipelajari, waktu dua jam pelajaran serasa empat jam

Selain itu, pikiran tertekan, hati tidak nyaman, namun mau tidak mau harus menyelesaikan sampai jam pelajaran berakhir. Permasalahan itu akan mengakibatkan trauma terhadap materi yang diajarkan guru. Sebenarnya banyak sekolah swasta menerapkan Sabtu libur tapi memperbanyak kegiatan ekstrakurikuler.

Pembelajaran eskul yang banyak dilakukan di luar kelas menjadikan peserta didik merasa santai. Mereka bisa bergembira bersama teman-temannya ketika melakukan aktivitas itu, semisal bermain futsal, voli, teater, sepak bola, rebana, pramuka dan lain-lain. Kegembiraan itu bisa mengendorkan urat saraf yang tegang setelah belajar formal.

Namun pengelola sekolah perlu pempersiapkan atau memperbaiki semua infrastruktur supaya kegiatan eskul bisa berjalan maksimal. Apalagi Ketua DPD Irman Gusman berpendapat bahwa penting menerapkan sekolah 5 hari supaya memberikan waktu bagi peserta didik untuk beraktivitas secara mandiri.

Waktu istirahat punya arti penting bagi mereka supaya kembali mendapatkan semangat belajar, sekaligus mempererat ikatan antaranggota keluarga, melaksanakan fungsi sosial ataupun mengembangkan diri di luar sekolah. Semoga setelah mengkaji secara mendalam, Ganjar bisa mengambil kebijakan terbaik untuk anak-anak Jateng. (10)

— Ahmad Riyatno SAg MPdI, guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Semarang


Tags: