Kemenag Harus Bisa Akreditasi Sendiri Jurnal PTKI

Kemenag Harus Bisa Akreditasi Sendiri Jurnal PTKI

Bogor (Pendis) - Tolok ukur kualitas sebuah jurnal diantaranya adalah apabila jurnal tersebut di-index di Scopus ada pula yang tidak di-index di Scopus namun memiliki Impact Factor (IF) tinggi. "Selama ini kriteria kualitas jurnal hanya dikuasai oleh segelintir orang yang akhirnya terjebak pada kapitalisasi dan komersialisasi ilmu. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) harus bisa membuat kriteria penilaian jurnal tersendiri; kalau tidak bisa tingkat internasional, minimal tingkat ASEAN," tutur Moh. Isom Yusqi, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), beberapa waktu yang lalu di Bogor (07/08/2017).

Dalam forum yang dihadiri oleh para pengelola Jurnal kampus PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) se-Indonesia ini, Sesditjen Pendis kembali menegaskan bahwa sebenarnya resources PTKIN akan eksistensi jurnal kampus putih ini layak untuk diperhitungkan begitu juga program studinya. "Ketika banyak program studi di PTKI yang sudah terakreditasi A, maka sudah sangat layak Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Ditjen Pendis membuat lembaga lembaga akreditasi mandiri terhadap jurnal yang diterbitkan oleh PTKI," kata mantan Kepala Sub Direktorat Ketenagaan, Direktorat PTKI ini.

Selama ini, sambung Isom pada forum Seminar Publikasi Ilmiah tersebut, Jurnal yang diterbitkan oleh STAIN, IAIN dan UIN masih mengacu pada aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). "Kebijakan terutama tentang Jurnal kampus PTKI dibawah naungan Ditjen Pendis masih menjadi makmum masbuq dari penyelenggara pendidikan yang lain. Oleh karena itu bila Rancangan Peraturaran Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan (RPP PTK) disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI maka maka semua wewenang bisa kita bikin sendiri," kata guru besar IAIN Ternate ini.

Masih menyoroti tentang jurnal kampus PTKI, Isom menggambarkan bahwa jurnal kita masih seperti "kaleng krupuk". "Jurnal yang bagus adalah jurnal yang bisa menampung 40% dari tulisan yang masuk sehingga kualitas tulisan bisa dipertanggungjawabkan dan qualified. Kalaupun kemudian ada jurnal "edisi khusus," maka ditengarai bahwa jurnal ini adalah jurnal edisi komersil dan merupakan jurnal "pesanan" bagi para dosen yang ingin naik jabatan," kata Isom yang masih aktif menguji disertasi di berbagai kampus PTKIN ini.

Akhirnya berkaitan dengan Jurnal yang juga bisa berisi hasil penelitian ilmiah, Sesditjen Pendis menyampikan agar penelitan yang dilakukan oleh civitas akademika PTKI haruslah bisa menjadi rujukan kebijakan dan rujukan keilmuan. "Penelitian harus dibukukan dan disebarkan ke publik dalam bentuk jurnal ilmiah sehingga menjadi acuan semua kondisi keilmuan yang ada. Jangan sampai berhenti di rak-rak perpustakaan yang tidak memiliki atsar (bekas, red) atas penelitan tersebut, minimal bisa menggugah kondisi akademik agar tidak jumud (stagnan, red)," pungkas alumni UIN Maulana Malik Ibrahim ini. (@viva_tnu/dod)


Tags: