Kisah Haru Siswi Madrasah Berjuang Hidup Menghadapi Musibah Gempa dan Tsunami

Kisah Haru Siswi Madrasah Berjuang Hidup Menghadapi Musibah Gempa dan Tsunami

Palu (Pendis) - Di tengah padatnya agenda kunjungan kerja di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Senin, 19/11), Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, secara khusus menyempatkan menemui salah seorang siswi MAN 1 Kota Palu bernama Nurul Istikharah, yang harus rela kehilangan kedua kakinya pasca bencana gempa dan tsunami yang melanda Provinsi Sulawesi Tengah.

Kisah haru Nurul Istikharah yang duduk di Kelas X MIA 3 MAN 1 Kota Palu ini dituturkan oleh Prof. Oman Fathurahman, M.Hum, Ketua Tim Satgas Penanggulangan Dampak Bencana Gempa dan Tsunami Provinsi Sulawesi Tengah, Kementerian Agama RI.

Berikut ini kisahnya:

Sambil santap malam, saya mendengarkan dengan seksama penuturan Bu Ratna, Kasubbag Umum Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tengah, tentang Nurul Istikharah, penyintas gempa, tsunami dan likuefaksi, siswi Kelas X MIA 3 MAN 1 Kota Palu.

Dikisahkannya bahwa Nurul, remaja malang berusia 15 tahun ini tak pernah membayangkan akan kehilangan kedua kakinya saat ia masih ingin menggapai cita-cita demi memperbaiki kehidupan ekonominya.

Ibunya, Risni, yang sehari-harinya bekerja menjaja makanan di warung Kejari Palu, bersama adik satu-satunya, Fauziah, harus ia relakan meregang nyawa di pelukannya, sementara ia sendiri terendam pasir lumpur selama 52 jam hingga hampir menutupi lehernya, akibat gempa, tsunami, yang disusul likuefaksi pada 28 September 2018 lalu.

Beruntung, ayahnya, Muhammad Yunus, menemukannya saat ia dalam kondisi kritis itu. "Mengapa kamu tidak terus lari menyelamatkan diri, nak?," tanya sang Ayah sambil memeluk separuh tubuh bagian atas putrinya, dan tak henti menangis.

"Aku kembali untuk menyelamatkan ibu dan adik, Pak," suara Nurul nyaris berbisik. Ia malah terjepit bersama ibu dan adik yang ingin diselamatkannya.

Siswi madrasah yang jelita ini tetap memeluk ibu dan adiknya meski keduanya tak pernah menunjukkan tanda-tanda kehidupan lagi.

Selama 3 hari selepas bencana yang memporak-porandakan Palu, Sigi, dan Donggala itu, tidak ada yang bisa dilakukan sang Ayah karena kedua kaki Nurul terjepit besi beton bangunan yang menggulungnya. Yunus hanya dapat membantu meletakkan selang di mulut putri sulungnya seraya berharap ada mukjizat menyelamatkannya.

Saya sungguh tidak dapat membayangkan, seperti apa fikiran, obrolan dan tangisan Nurul dan ayahnya selama 3 hari tanpa listrik dan suplai makanan itu. Beruntunglah kemudian Tim Basarnas berhasil menemukan mereka, meski kedua kaki Nurul terlanjur remuk, berdarah, dan akhirnya membusuk, sehingga tindakan amputasi kedua kakinya terpaksa dilakukan.

Itulah Nurul, siswi madrasah yang kini tinggal di Pasang Kayu, Sulawesi Barat, tapi siang tadi (Senin, 19/11) sengaja dibawa menggunakan kursi roda ke MAN 1 Kota Palu, karena mendengar akan ada Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, yang berkunjung ke sekolahnya. Nurul menempuh perjalanan 3 jam untuk sampai ke lokasi. Ayahnya pun menggendong kursi roda yang didudukinya itu untuk diajak bertemu dengan `Ayahnya` di Kementerian Agama, yang dengan penuh lembut dan kasih sayang menyapa serta memberinya santunan atas nama ASN Kemenag se-Indonesia yang berada dalam tanggungjawabnya.

Saya pun berusaha menyeka air mata, sambil tetap mensyukuri hidangan malam di Kota Palu. Semoga kasih sayang Menteri Agama, dan kita semua, dapat memberikan secercah harapan bagi Nurul, dan bagi para penyintas lainnya, untuk tetap semangat, bangkit menatap masa depan. Teriring doa. Aamiin. (oman/dod)

Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum
Ketua Tim Penanggulangan Dampak Bencana Gempa dan Tsunami Provinsi Sulawesi Tengah
Bidang Agama serta Pendidikan Agama dan Keagamaan
Kementerian Agama RI


Tags: