Kompetensi dan Kepribadian Sosial Guru Ditingkatkan

Kompetensi dan Kepribadian Sosial Guru Ditingkatkan

JAKARTA - Kode etik guru bukan semata-mata berisi norma dan etika yang mengikat dalam menjalankan tugas keprofesiannya. Akan tetapi, diyakini dapat meningkatkan kompetensi dan kepribadian sosial para guru.
Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo mengatakan, terdapat tujuh pola hubungan yang diatur dalam kode etik guru. Yakni, pola hubungan guru dengan peserta didik, orang tua, masyarakat, sesama guru, organisasi profesi, pemerintah, dan profesi itu sendiri.
Karena itu, jika kode etik tersebut dilakukan dengan baik maka dapat dijadikan sebagai pembinaan kepribadian dan kompetensi para guru.
”Kita sering dengar alasan sangat berat untuk bisa membina kompetensi kepribadian dan sosial para guru. Ternyata butir dan pola hubungan kode etik ini memiliki kesamaan untuk membangun kepribadian yang baik,” ungkap Sulistiyo, saat Rakernas III Asosiasi Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Swasta Indonesia, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, kode etik itu untuk menjaga dan meningkatkan kecermatan serta martabat guru dalam melaksanakan tugas-tugas profesi. Kode etik profesi itu juga diharapkan dapat menjaga profesionalitas guru.
”Ini sebenarnya hal baru yang sebenarnya lama. Sebab, guru banyak yang tidak kenal kode etiknya. Karena itu, kode etik ini kita pastikan akan berlaku mulai Januari 2013. Guru sudah harus bekerja berdasarkan kode etik,” ungkapnya.
Sulistiyo juga berharap, kode etik itu dapat dijadikan panduan untuk membantuk guru sukses dalam menjalankan tugas, termasuk berkomunikasi dengan semua elemen terkait. Sebab jika tidak ada aturan dan norma yang mengikat, guru dapat berlaku sesuai dengan kompetensi masing-masing.
”Guru yang komunikasinya buruk tidak akan pernah bisa berkomunikasi baik dengan peserta didik. Padahal komunikasi itu tangga terdekat untuk keberhasilan sebuah proses pendidikan,” tegas anggota DPD itu.
Sanksi
Lebih lanjut Sulistiyo mengatakan, semua indikasi pelanggaran kode etik itu akan ditangani terlebih dahulu oleh Dewan Kehormatan Guru (DKG). Kemudian DKG akan memberikan rekomendasi kepada PGRI untuk kemudian dipilah dan ditindaklanjuti.
”Kalau pelanggaran bersifat profesi yang memerlukan sanksi administratif, kita berikan ke Dinas Pendidikan, sanksi kepegawaian ke BKD, sanksi kriminal ke kepolisian,” terangnya.
Dia menegaskan, tidak boleh ada pihak yang mengambil tindakan atau menghukum guru ketika sedang melakukan proses pendidikan.
”Ketika guru terpaksa menyuruh siswa disiplin dengan nada yang tinggi, itu tidak bisa disebut melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Kalau itu terjadi, pendidikan karakter bangsa tidak akan bisa terjadi,” ungkap Sulistiyo.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengapresiasi dan mendukung adanya kode etik guru. Dengan begitu, para guru akan memiliki norma yang jelas dalam menjalankan semua tugas-tugasnya sebagai tenaga pendidik. ”Kode etik guru itu sangat positif dan memang diperlukan,” imbuhnya.
Selain itu itu, Nuh juga mendorong upaya PGRI untuk menjadi sebuah organisasi profesi. ”Kami mendukung dan kami akan bekerja sama dengan PGRI,” pungkas Nuh. (K32-60)


Tags: