Membumikan Pesantren Kilat

Membumikan Pesantren Kilat

PESANTREN kilat telah menjadi agenda wajib di sekolah-sekolah setiap bulan suci Ramadan.
Tujuannya sebagai dimensi rohani dan sosial. Dimensi rohani yakni menjadikan peserta didik semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan dimensi sosial menjadikan peserta didik peka terhadap lingkungan sekitar (umat). Dengan kata lain, sekolah punya andil dalam rangka syiar keagamaan di tengah-tengah masyarakat.

Namun, dampak atau efek pesantren kilat terhadap perilaku keagamaan siswa pascapesantren kilat belum terlihat. Bahkan yang mengkhawatirkan adalah pesantren kilat sekadar menjadi agenda rutin.

Sebenarnya gejala pesantren kilat yang hanya rutinitas memang tidak mengejutkan. Sebab hal ini tak jauh berbeda dari praktik keagamaan umat muslim tanah air yang mencemaskan.

Karena itu, harus dilakukan reaktualisasi dan terobosan dalam mengemas pesantren kilat agar lebih bermakna.

Berbaur dengan Warga

Selama ini, pesantren kilat cenderung bersifat di dalam kelas dan lebih banyak belajar materi keagamaan. Hal ini tentu tidak buruk. Namun, akan lebih baik jika banyak diarahkan dalam praktik-praktik keagamaan yang bersifat membumi atau muamalah, antara lain dalam bentuk kegiatan nyata di lapangan. Dengan praktik keagamaan yang menyentuh masyarakat secara langsung, baik di lingkungan sekolah maupun sekitarnya, maka akan jauh memberikan efek luas.

Banyak cara kreatif dapat dilakukan, misalnya kegiatan kebersihan di masjid-masjid di sekitar lingkungan sekolah. Peserta didik dibimbing dan diarahkan untuk berbaur dengan warga, sehingga masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya. Atau bersilaturahmi ke sekolah lain yang masih banyak keterbatasan fisik dan sarana pendukung. Sekolah-sekolah yang berkategori maju dapat ìmenyedekahkan” buku ataupun peralatan sekolah lainnya, yang dikumpulkan dari siswa-siswa keluarga mampu.

Jika kegiatan-kegiatan praktik amal mulia seperti ini sudah diajarkan sejak dini (sekolah), bukan tidak mungkin akan mendorong praktik keagamaan yang tidak terpaku kepada tataran fikih semata, tetapi amal perbuatan. (75)

Mardiyanto SPd, guru SMP N 2 Sukoharjo, Wonosobo


Tags: