Mencari Solusi Menghilangkan Pungli di Sekolah

Mencari Solusi Menghilangkan Pungli di Sekolah

Oleh: ANTON PRASETYO
PUNGUTAN liar di sekolah negeri sudah lama ditiadakan. Bagi sekolah yang melanggar akan diberi sanksi berat. Beragam upaya pemerintah telah dilaksanakan demi terwujudnya program belajar memihak masyarakat ini.

Hingga saat ini untuk menutupi dana yang dikeluarkan sekolah, pemerintah mengupayakan dana bantuan operasional sekolah (BOS), dana alokasi khusus (DAK), kucuran alokasi dana dari APBN juga APBD dan lain sebagainya. Semua dana yang terkumpul secara teori sudah mencukupi kebutuhan sekolah untuk melaksanakan fungsinya, mencerdaskan anak bangsa.

Namun demikian, celah demi celah pungutan liar sekolah semakin lama semakin tak terbendung. Alhasil, banyak orangtua/wali siswa hanya bisa mengeluh saat pendidikan diiklankan murah atau gratis, nyatanya harus mengganti dengan nominal uang yang tidak sedikit.

Banyak ragam celah yang bisa dipergunakan sekolah untuk menarik dana dari orangtua/wali. Bergamnya jenis kegiatan dan minimnya subsidi pemerintah yang langsung diberikan pada program sekolah memicu sekolah mengeluarkan surat edaran iuaran dana untuk orangtua/wali.

Sampai saat ini pemerintah masih terfokus pada penggratisan SPP sekolah lengkap dengan buku ajar yang ada. Dalam praktiknya, konsentrasi ini pun mengalami keterseokan perjalanan. Sebagai misal, hingga tahun ini masih terdapat buku teks yang belum bisa di-cover dari dana BOS. Beberapa buku teks dan lembar kerja siswa (LKS) untuk tingkat SD dan SMP belum bisa digratiskan. Mendiknas baru merencanakan bahwa di tahun 2011 tidak ada lagi celah bagi guru atau kepala sekolah untuk memungut iuran buku teks pelajaran SD dan SMP. Tahun 2011 baik LKS untuk SD maupun kelompok kerja siswa (KKS) yang untuk SMP akan digratiskan semua oleh pemerintah pusat.

Betapa besar program pemerintah dalam menggratiskan pendidikan tingkat dasar dan menengah pertama. Hingga detik ini tak dapat dimungkiri, banyak juga masyarakat yang apatis, tidak mau tahu dengan program penggratisan belajar dari pemerintah. Masyarakat sudah banyak yang skeptis dengan janji-janji muluk dari pemerintah dan sekolah. Ini terjadi karena wacana sekolah gratis terus digember-gemborkan, sementara para orangtua/wali siswa terus saja harus mengeluarkan segepok uang untuk membiayai sekolah anaknya.

Pada awalnya pemerintah juga sekolah sepakat untuk menggratiskan segala biaya pendidikan siswanya. Namun, dengan adanya kebutuhan yang sangat beragam, sekolah tak kuasa menanggung segala kebutuhan dana yang belum ada sumbernya. Ada banyak program sekolah yang sumber dananya tidak jelas. Kegiatan semacam study tour, bakti sosial, ekstra kurikuler, kreasi siswa dan lain sebagainya. Alhasil, tidak lari kemana-mana, seluruh dana dibebankan kepada orangtua/wali siswa.

Terdapat dua pertimbangan saat sekolah dalam menarik atau tidaknya kepada orangtua/wali siswa. Pertama, jika sekolah akan tetap mengadakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, harus berani menggalang dana dari orangtua/wali siswa. Tanpa dengan adanya penggalangan dana dari mereka, mustahil akan terlaksana kegaiatan-kegiatan yang selama ini memang sudah mentradisi dan sangat diperlukan untuk pengembangan intelektual serta kreasi siswa.

Kedua, jika sekolah tidak berani memungut biaya dari orangtua/wali siswa, berarti tidak diadakan kegiatan-kegiatan pengayaan intelektual dan kreasi siswa. Kegaiatan di sekolah hanya dicukupkan dengan kegiatan belajar-mengajar, sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Ini menjadi dilemma bagi sekolah. Dipastikan sekolah akan merasa ada yang kurang saat kegiatan-kegiatan yang selama ini telah berjalan dengan baik dan memiliki nilai plus bagi siswa-siswinya, jika harus ditiadakan hanya karena persoalan dana. Peniadaan kegiatan tambahan untuk siswa ini selain menjadikan siswa kurang mendapatkan wawasan intelektual dan kreasi juga kualitas sekolah menurun. Bagaimanapun, kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan siswa menjadikan sekolah semakin harum namanya. Singkatnya, beragam kegiatan positif yang dilakukan siswa di sekolah masih sangat relevan untuk dilestarikan.

Kendala utamanya pemerintah menginginkan sekolah gratis sementara beragam kegiatan tak dapat terlaksana tanpa memungut biaya dari orangtua/wali siswa. Dari sini sekolah harus memiliki kebijaksanaan dan ketegasan dalam menjalankan roda pendidikannya. Semenjak awal sekolah harus memiliki ketegasan apakah akan melaksanakan beragam kegiatan positif atau meniadakan dengan pertimbangan dana. Jika memang mengadakan kegiatan, harus memiliki dasar kuat yang tidak mudah diperdebatkan pemerintah atau orangtua/wali siswa. Jika saja kegiatan yang ada ditiadakan, orangtua/wali siswa juga harus mengetahu semenjak awal.

Hal pokok yang dapat dilaksanakan sekolah adalah, mendiskusikan seluruh kegiatan siswa bersama dengan orangtua/wali siswa sebelum kegiatan belajar-mengajar. Dalam temu pengurus sekolah beserta orangtua/wali siswa, sekolah bisa memberi keterangan terkait dengan program sekolah.

Sekolah juga harus sudah mempersiapkan anggaran dana yang akan dikeluarkan untuk program dengan cara memberikan rincian dana yang jelas mulai dari kebutuhan dan sumbernya. Jika sekolah telah menyodorkan sumber dana dan kebutuhan yang diperlukan secara transparan, orangtua/wali bisa memberi masukan untuk menentukan langkah terbaik kegiatan sekolah yang akan dijalankan. Dari sini, jika pihak orangtua/wali siswa menginginkan program kegiatan dijalankan, sementara dana minim, secara tidak langsung mereka akan dengan rela hati membayarkannya. Di samping itu, jika semua sudah disepakati, pemerintah juga tidak akan bisa menyalahkan dengan sekenanya terkait dengan pungutan dana dari orangtua/wali siswa. Wallahu alam. (Penulis, staf pengajar pondok pesantren Nurul Ummah, alumnus UMY dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)


Tags: