Menggagas (Kembali) PMTAS Dalam Menyambut Mimpi Indonesia di Tahun 2085

Menggagas (Kembali) PMTAS Dalam Menyambut Mimpi Indonesia di Tahun 2085

Tanggal 30 Desember 2015 tanah Merauke, Papua menjadi saksi ikrar mimpi seluruh anak Indonesia. Ini mimpi tentang ke-Indonesian, mimpi tentang masa depan Indonesia. Harapan dan mimpi seluruh anak Indonesia diwakilkan kepada Presiden Jokowi dalam bentuk tulisan tangan dan selanjutnya dimasukan ke dalam kapsul waktu yang akan dibuka tujuh puluh tahun kemudian di tahun 2085. Ada tujuh butir impian yang dideklarasikan dan butir pertama berbunyi "sumberdaya manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia". Deklarasi ini sejatinya merupakan keinginan kuat bangsa untuk merubah nasib layaknya proklamasi kemerdekaan di tahun 1945. Mimpi agung ini sudah sepantasnya terus dipelihara hidup dalam setiap jiwa anak Indonesia, at all costs.

Jika dua tahun lalu Merauke menjadi saksi ikrar mimpi anak Indonesia, maka awal tahun 2018 tanah Asmat mengabarkan kepada dunia dan segenap warga tanah air tentang meninggalnya sekitar 60 anak akibat gizi buruk dan penyakit campak. Peristiwa ini seolah membuyarkan mimpi anak Indonesia dua tahun lalu. Setidaknya akan muncul pertanyaan: Bagaimana menjadi manusia yang kecerdasannya mengungguli manusia dari bangsa lain jika anak-anak kita menyandang predikat anak kurang gizi dan berpenyakit?. Kekurangan gizi dapat dikelompokan dalam tiga kategori yaitu berdasarkan indeks berat badan per usia, indeks tinggi badan per usia dan terakhir indeks berat badan per tinggi badan. Penelitian Doddy Izwardy (Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan) pada tahun 2016 mengungkapkan bahwa di semua kategori kurang gizi jumlah anak Indonesia penderita kurang gizi selalu di atas batas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sebagai contoh, untuk kategori indeks berat badan per usia penderita mencapai 17% dari total anak sedangkan batas WHO hanya 10%. Data lain menyebutkan bahwa sekitar 6,5-9 juta anak Indonesia yang tersebar di 50 Kabupaten/Kota adalah penderita gizi buruk. Untuk kategori balita, sebanyak 3,4% penyandang status gizi buruk. Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa kasus gizi buruk pada balita menurun signifikan dalam dua tahun terakhir, jika tahun 2014 terdapat sejumlah 452 kasus maka di tahun 2016 menjadi 130 kasus. Banyak penelitian ilmiah mengungkapkan setidaknya ada tiga hal yang akan timbul akibat gizi buruk. Akibat tersebut adalah menurunnya tingkat kecerdasan, lebih rentan terkena penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes, jantung dan osteoporosis dan terakhir adalah menurunnya produktivitas kerja. Penduduk usia produktif di Indonesia diperkirakan mencapai 195 juta (60% total penduduk) pada tahun 2040. Apabila 60% penduduk usia produktif tersebut adalah manusia yang ketika balita dan anak-anak penyandang gizi buruk maka mimpi-mimpi Indonesia yang akan digapai sampai tahun 2085 berpotensi meleset atau bahkan menjadi mimpi semu.

Tahun 2010 Pemerintah meluncurkan program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS). Program ini diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional bersama dengan enam Kementerian lainnya dengan tujuan memperbaiki asupan gizi bagi peserta didik di tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat sekolah dasar. Selain perbaikan gizi pada anak, manfaat lain dari program ini adalah berputarnya roda perekonomian masyarakat sekitar sekolah. Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Madrasah (nomenklatur tahun 2010) juga berperan serta dalam program tersebut. Patut disayangkan program ini tidak bertahan lama karena fungsi dan pelaksanaanya "dikembalikan" ke Kementerian Kesehatan. Saat ini kegiatan PMTAS dilaksanakan berbarengan dengan kegiatan Pemantauan Wilayah-Kesehatan Ibu dan Anak (PW-KIA) dengan melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah pada bulan tertentu. Dengan pelaksanaan pada bulan tertentu dan hanya sebagai kegiatan pendamping menjadikan PMTAS tidak lagi sebagai kegiatan prioritas yang mempunyai nilai strategis.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam adalah unit kerja yang mempunyai tanggungjawab menyiapkan 9,25 juta generasi bangsa (belum termasuk santri dan mahasiswa PTKI) dimana 4,79 juta diantaranya duduk di bangku RA dan MI. Generasi ini adalah aset yang sangat berharga untuk mewujudkan mimpi Indonesia di tahun 2085 dan sudah sepantasnya untuk dipersiapkan dari sekarang. Kasus di Asmat Papua adalah cerminan masih belum meratanya asupan kebutuhan gizi anak Indonesia. Bukan tidak mungkin kasus ini terjadi di tempat lain. Sebagai upaya mendukung lahirnya generasi yang beriman-bertaqwa, sehat dan cerdas kiranya perlu menggagas kembali program PMTAS khusus di madrasah dan RA. Jika program terobosan seperti rencana pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) sukses digulirkan, bukan tidak mungkin program PMTAS khusus madrasah dan RA ini dapat dilaksanakan mengingat makna strategis akan fungsi dan tujuannya. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam harus berani mengatakan daring to begin, no pain no gain dalam memperjuangkan pelaksanan program PMTAS khusus madrasah dan RA. Semoga mimpi bersama Indonesia di 2085 menjadi kenyataan yang akan dicatat sejarah.

Doni Wibowo
Pecinta Data dan Pemerhati Masalah Sosial


Tags: