Moratorium, Guru Kontrak Resah

Moratorium, Guru Kontrak Resah

KUPANG, KOMPAS.com - Rencana pemerintah melakukan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil membuat 1.257 guru kontrak di Nusa Tenggara Timur resah. Ini disebabkan mereka sudah mengajar belasan tahun, tetapi tidak memiliki kepastian masa depan.

Mereka umumnya direkrut sebagai guru kontrak dan guru bantu sejak 2002 saat program itu pertama kali diluncurkan pemerintah. Namun, selama penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2002-2011 mereka dilarang melamar menjadi PNS dengan alasan kesempatan itu diberikan kepada CPNS jalur umum.

”Kalaupun mereka melamar, tidak akan diterima,” kata Ketua Forum Guru Kontrak dan Guru Bantu Kota Kupang Ferdy Tengah, Senin (8/8).

Dari jumlah 1.257 guru itu terdiri dari 850 guru kontrak dan 407 guru bantu. Guru kontrak dibiayai oleh APBD, sedangkan guru bantu dibiayai APBN.

”Gaji kami guru kontrak Rp 900.000 per bulan, sedangkan guru bantu Rp 1.000.000 per bulan. Jumlah ini pun kami terima setiap 2-3 bulan,” kata Ferdy.

Dari jumlah 1.257 guru ini, hampir 70 persen atau 880 guru berusia di atas 46 tahun. Sesuai peraturan pemerintah, batas usia pengangkatan CPNS adalah 35 tahun untuk jalur umum, sedangkan tenaga honor, kontrak, dan tenaga pembantuan sampai usia 46 tahun. Lebih dari usia 46 tahun, nama mereka sudah dengan sendirinya hilang dalam database badan kepegawaian daerah (BKD) sehingga tidak bisa diangkat menjadi CPNS.

Thomas Makin (57), guru SMA Beringin Kota Kupang, mengatakan, dirinya sudah tidak terdaftar lagi di BKD Kota Kupang sejak 2007. Dia diangkat menjadi tenaga guru kontrak pada 2002 dan sudah tiga kali ikut tes CPNS (2003, 2005, dan 2006), tetapi tidak pernah lulus.

”Namun, gaji sebagai guru kontrak masih dibayar, dan sesuai rencana tahun 2012 masuk usia pensiun,” kata Thomas.

Tidak merata

Di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, lain lagi persoalan yang dihadapi guru. Ketersediaan guru di Kabupaten Tasikmalaya tidak seimbang dengan jumlah sekolah dasar. Akibatnya, banyak kegiatan belajar mengajar tidak terlayani dengan baik.

”Kondisi ini banyak dialami sekolah dasar,” kata Ketua Dewan Pembina Forum Peduli Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Cucu Rasman.

Saat ini, ada sekitar 1.087 SD di Kabupaten Tasikmalaya. Dengan perhitungan satu orang untuk satu kelas, idealnya diperlukan 6.522 guru. Namun, berdasarkan data Dinas Pendidikan Jawa Barat, jumlah guru di Tasikmalaya hanya 3.572 orang. Artinya, masih diperlukan 2.995 guru untuk mencapai batas ideal.

”Selain kekurangan guru, penyebarannya juga tidak merata,” kata Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ullum.

Di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, penempatan guru sering tidak sesuai dengan kompetensinya. ”Jika kondisi ini dibiarkan, peningkatan mutu pendidikan menjadi sulit tercapai karena guru ditempatkan bukan berdasarkan kemampuan, tetapi berdasarkan kelas yang kosong,” kata Sekretaris Umum Dewan Pendidikan Kalimantan Barat Nur Iskandar.

Di Solo, Jawa Tengah, kekurangan guru masih terjadi di sejumlah sekolah. ”Ini disebabkan banyak guru yang pensiun, dan sebagian lainnya dipromosikan menjadi kepala sekolah,” kata Kepala Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Solo Sulardi.

Berbagai persoalan hingga kini masih menyelimuti penyelenggaraan pendidikan dasar. Secara nasional, dari 2,7 juta guru, sebanyak 1,25 juta di antaranya merupakan guru SD berstatus PNS dan swasta.

Dari guru sebanyak itu, sekitar 417.389 orang di antaranya berpendidikan SMA dan 207.074 orang yang berpendidikan S-1. Lainnya berpendidikan D-1 hingga D-4.

Di sisi lain, usia guru paling banyak 41-45 tahun, yakni sebanyak 456.265 guru, serta berusia 51-60 tahun sebanyak 300.214 guru.


Tags: