PEMBATASAN KUOTA PENDAFTAR SNMPTN ; Gunakan Dasar Akreditasi, Rugikan Siswa

PEMBATASAN KUOTA PENDAFTAR SNMPTN ; Gunakan Dasar Akreditasi, Rugikan Siswa

YOGYA (KR) - Pembatasan kuota bagi pendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) berdasarkan akreditasi sekolah dinilai merugikan siswa non kelas akselerasi dan RSBI. Hal ini lantaran siswa tidak hanya dituntut pandai, namun nilai akreditasi dari sekolah juga berpengaruh besar.

”Pada prinsipnya kami mengikuti apa yang sudah diputuskan pusat. Hanya saja, kebijakan pembatasan kuota SNMPTN ini merugikan siswa yang bukan berasal dari kelas akselerasi atau RSBI. Semakin rendah nilai akreditasi semakin kecil pula kuota pendaftar SNMPTN. Ini sebenarnya kurang adil,” terang Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Kesiswaan SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan, Ki Drs Martono kepada KR, Senin (30/1).
Dijelaskan Martono, SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan sudah terakreditasi A, oleh karena itu, kuota pendaftar SNMPTN sebanyak 50 persen dari jumlah siswa peserta UN seluruhnya 60 orang. Namun, sampai saat ini, pihaknya belum mendengar pengumuman secara pasti terkait kuota SNMPTN. Pihaknya masih tetap menunggu pengumuman resmi sambil melakukan komunikasi internal.
”Artinya, hanya 30 siswa yang berkesempatan mendaftar SNMPTN, bagaimana kalau nantinya pendaftar SNMPTN melebihi dari kuota dan mereka berpotensi semua?,” tambahnya.
Terpisah, kepala SMA Pembangunan Yogyakarta Maruli Taufiq SE menyatakan, pembagian kuota SNMPTN berdasarkan akreditasi sekolah, menurutnya, kurang tepat. Pasalnya kesempatan siswa di sekolah yang akreditasinya rendah menjadi berkurang. Kondisi tersebut secara tidak langsung telah merugikan siswa, karena kesempatan melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi (PTN) menjadi terbatas.
”Sebetulnya kebijakan itu tidak salah, karena dengan adanya aturan tersebut sekolah yang akreditasinya kurang baik jadi termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri. Walaupun begitu akan lebih baik apabila pembagian kuota SNMPTN tidak didasarkan pada akreditasi sekolah,” ungkapnya.
Maruli menyatakan, model seleksi SNMPTN yang selama ini sudah ada cukup bagus, karena bisa mengakomodir keinginan siswa baik dari sekolah negeri maupun swasta yang ingin melanjutkan studi ke PTN. Konsekuensinya siswa tersebut harus lolos seleksi dan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan.
”Asalkan nilai akademiknya bagus dan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan, semua siswa memiliki kesempatan untuk masuk PTN. Namun, dengan adanya pembagian kuota ini saya khawatir siswa merasa diperlakukan tidak adil,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala SMA PIRI 1 Yogyakarta Drs Ali Ariel Susanto mengungkapkan, dari sisi hak azasi manusia memang dirasa tidak adil. Tetapi kalau dilihat dari
peningkatan mutu pendidikan, menurutnya, itu bagus. Hal itu dimaksudkan, supaya setiap sekolah berusaha mendapat akreditasi A dan meningkatkan mutu pendidikan.
Diakuinya, untuk akreditasi butuh perjuangan semua unsur di sekolah. Mungkin terasa berat untuk sekolah-sekolah tertentu. Di SMA PIRI 1 Yogyakarta peserta UN ada 56 siswa, yang tentunya akan ikut berebut dalam SNMPTN. (M-1/Ria/War)-s


Tags: