PENDAPAT GURU ; ”Action Speaks Louder than Words”

PENDAPAT GURU ; ”Action Speaks Louder than Words”

PERIBAHASA tersebut hadir dalam benak penulis manakala membaca berita tentang seorang guru yang dikabarkan dengan tegasnya mencabuli siswanya sendiri, apalagi kejadian tersebut dilakukan berulang-ulang dan salah satunya dilakukan di kamar mandi sekolah (KR 8/2/2011). Konsep guru yang patut digugu dan ditiru, seakan hilang dari pribadi guru pelaku pencabulan tersebut. Harus diakui, dalam masyarakat kita, tentu masih berlaku sebuah ungkapan yang melekat dalam diri guru sebagai seorang pribadi yang layak atau patut untuk digugu dan ditiru. Digugu memiliki arti, setiap perkataan yang keluar dari lisannya harus perkataan yang dapat dipercaya. Sedang ditiru memiliki makna, segala tindakan atau tingkah laku guru harus dapat menjadi sebuah suri teladan, khususnya bagi siswa, dan masyarakat luas secara umum. Ungkapan tersebut tentu menjadi semacam cambuk bagi guru, untuk menjadi pribadi yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektual semata, namun dari sisi tingkah laku atau kepribadian yang patut diteladani. Berbeda dengan dunia barat, tugas guru terkadang hanya sekadar sebagai pengajar saja, sehingga nilai-nilai kehidupan bukan bagian dari tugas yang harus diberikan pada siswa. Di Indonesia, tugas guru tidak hanya sekadar mengajar atau hanya bersifat transfer keilmuan semata, namun dituntut pula hadirnya jiwa pendidik dalam diri guru. Dalam fungsinya sebagai pendidik, seorang guru harus mengajarkan nilai-nilai kehidupan pada diri siswa, sehingga guru dapat menjadi salah satu sumber inspirasi siswa untuk menebarkan kebaikan, serta nilai-nilai kasih sayang pada sesama. Agar hal tersebut terwujud, seorang guru harus memahami tentang nilai-nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai nilai dan norma tersebut. Tugas guru sebagai pendidik yang di antaranya berusaha mengantarkan siswa menjadi pribadi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu sebagai pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, percaya diri disiplin, bermoral dan bertanggung jawab, tentu saja membutuhkan sebuah suri teladan dari pribadi seorang guru. Suri teladan yang di antaranya dapat berupa tingkah laku sehari-hari dalam diri pribadi guru, baik ketika di dalam kelas, maupun ketika berinteraksi di luar kelas, baik secara langsung maupun tak langsung telah menjadi sebuah pelajaran berhaga dari guru bagi siswa. Guru tidak perlu banyak pemaparan dan penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa Action speaks louder than words (tindakan lebih bermakna dari perkataan), demikian ungkapan barat menggambarkan bagaimana keampuhan dari sebuah suri teladan yang berupa tindakan dibanding dengan suri teladan yang hanya diungkapkan perkataan, namun miskin tindakan atau contoh nyata pada siswa. Perubahan zaman yang relatif cepat, tidak hanya dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan saja, namun berimplikasi pula pada nilai-nilai moral masyarakat yang mulai "bergeser" secara perlahan dari tuntunannya, terlebih dengan kemajuan dunia informasi yang begitu cepat sehingga seakan tiada sekat lagi antara dunia timur dan barat, membuat siswa dengan mudah mengetahui berbagai hal yang terjadi di dunia lain, yang tentu saja tidak selalu cocok atau tepat untuk diaplikasikan di Indonesia. Guru bekerja lebih keras lagi dalam upayanya membentengi diri siswa untuk selalu berpegang pada nilai-nilai luhur moral dan agama. Melihat beratnya tugas mulia guru tersebut, seorang guru harus mau dan mampu kerja keras mendayagunakan segenap potensi diri, baik yang bersifat potensi internal maupun eksternal secara optimal atau maksimal tanpa kenal lelah, demi terwujudnya kualitas diri siswa menjadi pribadi manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, percaya diri, disiplin, bermoral dan bertanggung jawab. You are what you think, kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Ungkapan tersebut di antaranya bermakna, bila dalam diri kita yakin, kita bisa atau dapat melakukan sesuatu, maka energi dalam diri kita akan berusaha sekuat tenaga untuk merealisasikan keinginan tersebut. Rasa malas, enggan atau putus asa, akan hilang berganti dengan tekun, kerja keras tanpa kenal lelah dan putus asa dalam merealisasikan keinginan kita tersebut. Begitu juga dengan guru, kita harus yakin dengan diiringi kerja keras dan doa untuk merealisasikan fungsi guru sebagai pendidik. Semoga. q - k Penulis, Guru Madrasah Aliyah Nurul Ummah Kotagede Yogyakarta.


Tags: