Pendidikan di Indonesia Perlu Beradaptasi dengan Perubahan

Pendidikan di Indonesia Perlu Beradaptasi dengan Perubahan

Jakarta (Suara Pembaruan) - Penerapan Ujian Nasional (UN) dari tahun ke tahun menuai aksi pro dan kontra. Tahun ini, Kemendikbud melakukan perintisan ujian nasional computer based test (CBT). Menurut, Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia dan pendiri Rumah Perubahan, Rhenald Kasali, mengatakan pendidikan Indonesia harus sanggup beradaptasi dengan perubahan.

"Indonesia membutuhkan kurikulum yang memang Indonesia, tetapi tidak terlepas dari konteks global. Saat ini, kita membutuhkan kurikulum nasionalisme dan universalisme," ujar Rhenald, saat ditemui dalam acara seminar pendidikan Canisius Alumni Day 2015 di hotel The Hermitage, Jakarta, Kamis (9/4).

Rhenald menjelaskan, universal berarti bisa mengabungkan dengan perubahan yang ada. "Semangat nasionalisme harus tetap ada, tapi kalau nasionalisme saja akan menjadi fanatik dan menganggap bangsa lain musuh. Bila kita akulturasi dan bisa menganggap universalisme, pemikiran kita akan berubah dan menginginkan bangsa yang lebih kuat dan bangsa yang besar untuk bisa bersaing dengan bangsa lain," ujarnya.

Saat ditanya mengenai UN saat ini, dirinya menjelaskan bahwa pendidikan harus menerimanya dan beradaptasi.

"Perubahan pendidikan memang harus berubah dan dinamis karena tuntuntan lingkungan berubahnya cepat sekali. Persoalannya kita yang kurang adaptif, sehingga ketika berubah kita marah," ucapnya.

Dia menambahkan, permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini yakni tidak mau menerima hal-hal yang baru. "Jadi permasalahan yaitu neophobia kita yaitu ketakutan terhadap hal yang baru.Contohnya seperti UN, yang menimbulkan kecemasan bukan hanya murid tapi guru dan orang tua. Padahal, saat ini saya melihat Kemendikbud sedang berupaya untuk merubah kurikulum yang tidak terlalu berlebihan, seperti UN yang dibuat relaksasi. Jadi, tetap ada UN tapi tidak menjadi syarat kelulusan," ucapnya.

Namun, dirinya kurang setuju ketika harus ada UN dan ujian masuk perguruan tinggi. "Akan tetapi saya kurang setuju kalau anak-anak harus menghadapi dua kali ujian saat mau masuk perguruan tinggi, sudah ada UN lalu ada lagi ujian masuk perguruan tinggi, itukan mahal jadinya. Seharusnya nilai UN bisa menjadi satu untuk masuk ke universitas," pungkasnya.

Ryan Hilman/FER


Tags: