Penuntasan Buta Aksara Lampaui Target

Penuntasan Buta Aksara Lampaui Target

JAKARTA - Upaya penuntasan buta aksara telah berhasil menekan angka buta aksara menjadi 8,3 juta orang atau 4,79% dari jumlah penduduk Indonesia pada 2010. Angka ini melampaui target dunia yaitu di bawah lima persen pada 2015.

"Pemerintah terus mengupayakan supaya buta aksara di Indonesia semakin berkurang," kata Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Wartanto, di Gerai Informasi dan Media Kemdiknas Jakarta, Kamis (8/9).

Pernyataan tersebut disampaikannya dalam rangka peringatan Hari Aksara Internasional ke-46, yang jatuh pada 8 September. Upaya pemerintah, lanjutnya, dimaksudkan agar Indonesia menjadi negara yang buta aksaranya mendekati angka kecil.

Sementara, Kepala Subdirektorat Pembelajaran dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUDNI Kemdiknas Elih Sudiapermana mengatakan, penuntasan buta aksara dilakukan berdasarkan tingkat kepadatan atau tingkat jumlah buta aksara tinggi. Hal itu diprioritaskan bagi 10 provinsi di Indonesia.

"Yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Kecenderungan pencapaian di bawah lima persen. Tetapi karena total penduduk besar, maka absolutnya besar," urainya.

Meski demikian, pendekatan yang dilakukan yaitu pada jumlah, bukan capaian. Untuk mengatasi sebaran penduduk buta aksara, lanjut Elih, pemerintah pusat merintis program keaksaraan keluarga.

Wartanto menuturkan, sudah bertahun-tahun pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi buta aksara.

Kurang Pembinaan

Hari Aksara Internasional merupakan upaya memperingati bagaimana supaya dunia mengurangi jumlah angka buta aksara. "Kriteria penyandang buta aksara adalah buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar. Mereka yang telah bebas buta aksara dapat kembali lagi menjadi buta aksara, karena kurangnya pembinaan dan tindak lanjut," ujar Wartanto.

Dia mencontohkan, setiap hari masyarakat masih menggunakan bahasa ibu dan kurang menggunakan bahasa Indonesia. Akhirnya, kemampuan berbahasanya turun lagi.

"Kondisi lingkungan kurang mendukung orang yang bebas buta aksara untuk menyalurkan kemampuannya. Berdasarkan data hasil evaluasi, hampir 30% mereka yang sudah melek aksara kembali buta aksara lagi, karena kurang memperoleh pembinaan," paparnya.

Meski hal itu bisa saja terjadi di kota, rata-rata terjadi di daerah pedesaan, di mana sarana/prasarana dan dukungan pembinaan terbatas. Karena itu, pemerintah melakukan berbagai program agar penduduk yang sudah melek aksara dapat meningkatkan kemampuan mengenal aksara dan pengetahuan dasar.

"Langkah yang ditempuh adalah membuat buku atau buletin, mendirikan taman bacaan masyarakat (TBM), dan menggandeng organisasi mitra seperti PKK, Aisyiyah, Kowani, Dharma Wanita dan Muslimat NU," jelasnya.


Tags: