Perlu Kurikulum Etika Profesi Berbasis Nasionalisme l Pendidikan Hukum di Perguruan Tinggi

Perlu Kurikulum Etika Profesi Berbasis Nasionalisme l Pendidikan Hukum di Perguruan Tinggi

SEMARANG- Pelanggaran etika profesi yang dilakukan aparat kepolisian, hakim, jaksa, lembaga pemasyarakatan, dan advokat menjadi tantangan bagi pendidikan hukum di Indonesia. Pasalnya, mereka yang melakukan pelanggaran sebagian besar adalah produk pendidikan hukum.

Karena itu, perguruan tinggi yang memiliki fakultas hukum perlu memberikan kurikulum etika profesi berbasis penanaman nasionalisme kepada mahasiswanya. Hal itu disampaikan Pakar Hukum Pidana Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Bambang Joyo Supeno SH MHum dalam Diskusi Pendidikan Hukum di Perguruan Tinggi (PT), kemarin.

”Dalam kurun waktu 15 tahun belakangan ini di Indonesia terjadi peningkatan kejahatan seperti korupsi yang dimulai korupsi individual, korupsi berjamaah, hingga korupsi penegak hukum. Bahkan, tidak lama ini banyak kejadian penyimpangan profesi dan pelanggaran hukum,” ungkapnya.

Melihat berbagai kasus tersebut, perguruan tinggi yang memiliki fakultas hukum perlu memperhatikan permasalahan itu dengan melakukan suatu upaya, salah satunya memasukkan kurikulum etika profesi dalam pembelajaran.

Dekan Fakultas Hukum Untag ini mengakui, kurikulum etika profesi sangat penting bagi mahasiswa yang notabene dalam tahap belajar ilmu hukum. Hal ini karena mereka belajar untuk disiapkan menjadi aparat penegak hukum di masyarakat. Pada kurikulum dalam mata kuliah etika profesi juga harus ditanamkan nilai-nilai nasionalisme.

”Di fakultas kami kurikulum etika profesi ini benar-benar digodok untuk disempurnakan dengan nilai-nilai nasionalisme, sehingga di dalam diri mahasiswa akan tumbuh motivasi untuk peduli pada kebangsaannya dan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum ketika mereka terjun di masyarakat,” tuturnya.
Diintegrasikan Jika dirunut, kurikulum etika profesi sudah diterapkan sejak tahun 2002, namun ke depan dengan menyisipkan nilai-nilai nasionalisme, bahan perkuliahan ini juga akan diintegrasikan dalam sub-bab mata kuliah ilmu hukum.

”Misalnya saja mata kuliah hukum pidana, maka yang akan dibicarakan adalah pembaharuan hukum pidana dengan paradigma Pancasila, bukannya kolonialisme,” tutur Bambang yang juga tenaga ahli DPRD Provinsi Jateng ini.

Selain teori, dalam etika profesi yang berbasis penanaman nasionalisme ini mahasiswa juga dilibatkan pada berbagai kegiatan, seperti jejaring Pancasila maupun kegiatan historik yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi dan kota, sehingga apa yang diberikan di kampus benar-benar tertanam dan mengakar serta diimplementasikan setelah lulus dari perguruan tinggi untuk menjadi penegak yang tidak melanggar hukum. (K3-37


Tags: