PESANTREN PERSATUAN ISLAM ; Lebih Tekankan Berbasis Masyarakat

PESANTREN PERSATUAN ISLAM ; Lebih Tekankan Berbasis Masyarakat

YOGYA (KR) - Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri yakni Menteri Agama dan Menteri Pendidikan tahun 1984 telah membawa kurikulum pendidikan lembaga-lembaga madrasah, seperti MI, MTs dan Madrasah Aliyah (MA) terintegrasi dengan sistem pendidikan nasional. Terlepas dari sisi positifnya, pengintegrasian ini telah menghilangkan pembelajaran dengan ciri khas keislamannya. Kebijakan hegemoni pemerintah ini juga berarti hilangnya kebebasan madrasah untuk mengembangkan keilmuannya dengan ciri Islam, akibat adanya kurikulum yang menyesuaikan dengan sekolah-sekolah umum yang perbandingannya 30 persen pembelajaran agama dan 70 persen mata pelajaran umum. Secara politis hegemoni pemerintah terhadap lembaga-lembaga madrasah adalah bentuk dominasi kekuasaan secara persuasif dalam rangka mewujudkan konsensus ideologi dan kultur. Menghadapi kebijakan pemerintah yang merugikan pengembangan keislaman itu, Lembaga Pesantren Persatuan Islam (PPI) yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia tetap melaksanakan sistem pendidikan dari pra sekolah sampai perguruan tinggi dengan tidak mengikuti sistem pendidikan yang ditentukan pemerintah tersebut. Lembaga ini dilakukan secara mandiri dan otonom oleh Pesantren Persatuan Islam, yang menyebut diri sebagai pendidikan berbasis masyarakat Demikian hasil penelitian Dosen STAIN Surakarta Toto Suharto, yang dirangkum dalam karya disertasinya untuk memperoleh gelar doktor bidang ilmu agama Program Pascasarjana (PPs) UIN Sunan Kalijaga. Disertasi berjudul ëPesantren Persatuan Islam 1983-1997 dalam Perspektif Pendidikan Berbasis Masyarakatí itu dipertahankan di depan tim penguji antara lain Prof Dr HM Bahri Ghazali MA, Dr Ahmad Janan Asifudin MA, Prof Dr H Iskandar Zulkarnain, Prof Dr H Noeng Muhadjir, Prof Dr H Sodiq A Kuntoro M Ed (promotor/penguji), Prof Drs H Akh Minhaji MA PhD. (promotor/penguji), kemarin di ruang promosi gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam presentasinya promovendus menjelaskan, penelitian disertasinya adalah penelitian politik pendidikan dengan pendekatan sejarah sosial. Hasil telaah risetnya itu menunjukkan, pelaksanaan pendidikan PPI merupakan pendidikan kontra hegemoni terhadap hegemoni pemerintah. Kontra hegemoni dilakukan dengan alasan PPI merupakan lembaga populis yang mengajarkan kemandirian dan penggemblengan daya tahan mental yang kuat bagi semua santrinya, sehingga proses pendidikannya bersifat religius normatif, yang bertujuan untuk mencetak orang-orang muslim yang tafaqquh fi al-din. Menurut pengurusnya, kata Toto, tujuan di atas tidak bisa terwujud manakala menerapkan ideologi Pancasila, sementara kurikulum yang diberlakukan adalah kurikulum integralistik non dikotomik, yang memadukan antara pendidikan agama dengan perbandingan 45:55 untuk tingkat dasar dan 55:45 untuk tingkat menengah. Sementara dari segi pendanaan, biaya operasional pendidikan PPI diperoleh secara swadana dan swadaya lepas dari bantuan pemerintah. Perjuangan kultural PPI dilakukan untuk menanamkan nilai kultural secara internal, mengamalkan segala ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan berdasarkan Alquran. Sementara perjuangan ideologinya diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai ideologis Islam (Obi)-o


Tags: