Selamatkan Indonesia

Selamatkan Indonesia

Pojok Akademia (Suara Merdeka) - "PENDIDIKAN karakter ibarat garam yang dilarutkan. Tak terliha, namun bisa dirasakan. Dia nyata, namun sulit ditemukan.

Bumbu yang membuat rasa makanan menjadi seimbang. Dia karakter" Barangkali penggalan puisi karya Dinda Ayu ini adalah bentuk apresiasi pentingnya revitalisasi karakter bangsa, save Indonesia, save thecharacter of the nation. Saat ini pendidikan karakter dirasakan mendesak.

Gambaran situasi masyarakat bahkan situasi dunia pendidikan menjadi motivasi pokok pengaruh utama implementasi pendidikan karakter. Karakter adalah sifat yang dibawa oleh tiap individu yang mengarah pada moral dan budi pekerti.

Karakter seorang individu terbentuk sejak kecil, karena pengaruh genetik dan lingkungan sekitar. Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah "membinatang". Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosialialah yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik.

engingat begitu pentingnya karakter, institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menanamkan melalui proses pembelajaran. Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita.

Diakui atau tidak, terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan generasi yang paling berharga, yaitu penerus cita-cita bangsa.

Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan mencontek, dan penyalahgunaan obatobatan, pornografi, perkosaan, perampasan, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.

Pendidikan karakter di Indonesia amat perlu dikembangkan, mengingat makin masifnya bentuk-bentuk kenakalan remaja terutama di kota-kota besar.

Akibatnya serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai persoalan sederhana, karena tindakan in itelah menjurus pada kriminal. "Saat ini ada lebih dari 500 jenis video porno yang telah beredar, 90% dibuat dan dilakukan oleh remaja yang masih berstatus pelajar," ungkap Meutia Hatta. (JurnalNasional, 10 April 2008).

Demoralisasi

Kondisi krisis dan dekadensi moral menandakan seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkan anak didik di bangku sekolah ternyata tidak berdampak pada perubahan perilaku manusia. Bahkan, yang terlihat adalah begitu banyaknya manusia yang tidak konsisten, lain yang dibicarakan, lain pula tindakannya. Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.

Proklamator kita, Ir Soekarno mengatakan paling tidak ada tiga tantangan yang harus dihadapi bangsa ini setelah memproklamasikan kemerdekaan, yaitu mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, membangun bangsa, dan membangun karakter. Tiga hal itu secara jelas tampak dalam konsep negara bangsa dan pembangunan karakter bangsa.

Bung Karno menegaskan perlunya mendahulukan pembangunan karakter (character building), karena pembangunan karakter akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, jaya, serta bermartabat. Tujuan besar pendidikan sebagaimana amanat Undang-Undang No 20 Tahun 2003 adalah membangun peradaban bangsa yang bermartabat. Bangsa bermartabat menunjukkan pada kehendak kuat untuk memiliki watak atau karakter sebagai bangsa yang berdaulat.

Pewatakan bangsa adalah pewajahan bangsa, penguatan pada karakteristik bangsa Indonesia yang memiliki falsafah berbeda dengan bangsa lain. Barangkali puisi Dinda Ayu mengarah pada kecerdasan yang ditambah karakter sebagai tujuan pendidikan yang sebenarnya. "Pendidikan itu jiwa. Karakter itu raga. Mereka tidak bisa dipisahkan.

Memisah mereka berarti menghancurkan identitas bangsa. Raga tanpa jiwa. Mati tak berdaya. Jiwa tanpa raga. Hidup tak berguna. Maka, Dia jangan dipisah. Dia harus disatukan. Agar mereka bisa menghidupkan identitas bangsa". (37)

— Fileksius Gulo, mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


Tags: