Sesditjen Pendis: Kementerian Agama Harus <i>Muhasabah</i>

Sesditjen Pendis: Kementerian Agama Harus <i>Muhasabah</i>

Jakarta (Pendis) - Beberapa waktu yang lalu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, bertemu dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Asman Abnur. Dalam pertemuan tersebut, Menpan-RB memberi input 4 (empat) hal terhadap Kementerian Agama (Kemenag) khususnya Ditjen Pendis. "Empat hal kritik dan saran dari Menpan-RB; pertama, Ditjen Pendis harus konsisten dengan core bisnisnya. Kedua, meningkatkan kinerja aparatur sipil negara. Ketiga, jangan terlalu teoritik. Dan keempat, ASN Kemenag masih sebatas administratif skill," sitir Isom Yusqi kepada redaksi, Jum`at (20/10/2017).

Mengenai konsistensi terhadap aktivitas utama Ditjen Pendis, ungkap Isom, Asman Abnur mengatakan bahwa hendaknya baik madrasah maupun perguruan tinggi keagamaan Islam harus menjaga trade mark keislamannya. "Walaupun ada diversifikasi madrasah, namun murid madrasah harus mumpuni akan tiga hal; bisa mengaji, paham pengetahuan agama Islam dan berakhlaq terpuji. Demikian juga dengan kampus di bawah Ditjen Pendis tidak boleh mengikuti logika pasar, market oriented. Dengan adanya transformasi ke UIN, tidak hanya mahasiswa bahkan calon Dekan dan Rektor pun banyak yang tidak bisa ngaji," cetus alumus salah satu pesantren salafiyah di Malang-Jawa Timur ini.

Menyinggung dengan kinerja aparatur sipil negara, ungkap Pak Ses, kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) ketinggalan 15 tahun dari karyawan swasta. "Di swasta, kinerjanya jelas; target yang akan dicapai, tujuan, dan Standar Operasional Prosedur, SOP-nya. Mungkin hanya PNS guru dan dosen saja yang ada ukurannya. Ketika mereka mengajar harus mengacu pada kurikulum yang berlaku. Dan para guru dan dosen juga harus lulus sertifikasi," kata pembina kepegawaian Direktorat Jenderal Pendidikan Islam ini.

Pendidikan kita, lanjut mantan Kepala Sub Direktorat Ketenagaan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) banyak melahirkan teoritikus. "Kita kekurangan praktisi dari perguruan tinggi dikarenakan di kampus pelajarannya jauh dari praktek. Indonesia banyak menghasilkan sarjana ekonomi namun "ekonomi" NKRI belum signifikan. Ironisnya juga, pelaku ekonomi dan bisnis riil bukan dari alumni perguruan tinggi kita," kata guru besar IAIN Ternate ini.

Sedangkan kompetensi ASN kita, ungkap Isom Yusqi, ternyata missmatch dengan latar belakang pendidikannya sehingga kemampuannya hanya bersifat administratif saja. "Di Pendis contohnya; sarjana hukum dan sarjana komunikasi mengurusi pencairan uang kegiatan," kata peraih Doktor di UIN Syarif Hidayatullah ini.

Terakhir, pesan Sesditjen Pendis kepada Redaksi, kita harus menjadi pemimpin pada pendidikan Islam di dunia dikarenakan lembaga pendidikan Islam di negara kita, Indonesia, jumlahnya ribuan bila dibandingkan dengan negara Islam di Timur Tengah sekalipun apalagi dengan negara tetangga yang kental dengan suasana keislamannya. (@viva_tnu/dod)


Tags: