Ta Hanya Tekanan, Sekolah Adu Gengsi Terapkan K-13

Ta Hanya Tekanan, Sekolah Adu Gengsi Terapkan K-13

Yogyakarta (KR) ADANYA dugaan penggiringan dan pengkondisian oleh permerintah daerah (pemda) terhadap sejumlah sekolah di wilayah di DIY agar tetap menggunakan kurikulum 2013 tidak saja terjadi karena faktor dana besar yang terlanjur dianggarkan.

Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof Wuryadi menyebut hal itu juga terjadi karena persoalan gengsi. Banyak pihak baik pemerintah daerah (dalam hal ini dinas pendidikan setempat) maupun pihak sekolah sendiri yang merasa gengsi bila dianggap tidak mampu atau tidak siap menjalankan kurikulum 2013. Sehingga mereka akhirnya memaksakan diri untuk tetap melanjutkan kurikulum 2013, meski sebenarnya belum siap.

"Saya banyak mendapat laporan dari guru-guru. Mereka mengeluh jika sebenarnya sekolah mereka belum siap menerapkan kurikulum 2013. Namun kepala sekolah tempat mereka berada memutuskan untuk melanjutkan kurikulum 2013 karena gengsi jika dianggap tidak mampu menjalankan kurikulum 2013," katanya.

Bahkan, menurut Wuryadi para guru tidak dilibatkan secara langsung dalam proses pengambilan keputusan soal kelanjutan kurikulum yang diterapkan di sekolah mereka karena lebih banyak diputuskan oleh kepala sekolah.

"Banyak yang melapor kalau proses pengambilan keputusan untuk meneruskan kurikulum 2013 itu dilakungan (oleh dinas pendidikan setempat) dengan memanggil semua kepala sekolah. Sementara para guru hanya bisa menerima keputusan dari para kepala sekolah itu," katanya.

Menurut Wuryadi hal semacam ini mencerminkan adanya ketidakjujuran dalam proses pendidikan. Karena apa yang sebenarnya terjadi tidak dikatakan dan dijalankan. "Mestinya apa yang paling pas untuk sekolah ya katakanlah, dan terapkanlah. Tidak perlu mengedepankan gengsi. Kalau memang tidak siap ya bilang aja tidak siap," katanya.

Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Dr. Haryanto, M.Pd menilai adanya kekuatan asing yang ikut bermain. "Saya menduga ada kepentingan-kepentingan tertentu yang merasa terancam dengan pelaksanaan Kurikulum 2013," katanya saat ditemui KRjogja.com.

Menurut Dr. Haryanto Kurikulum 2013 didisain agar anak-anak nantinya menjadi pribadi yang produktif, inovatif dan mandiri.Karena itu, dituntut kemampuan guru untuk beradaptasi dengan perubahan metode belajar mengajar.

"By concept, Kurikulum 2013 ini setidaknya memberi harapan terutama memperbaiki cara belajar anak. Kalau guru mampu menangkap ruh perubahan dalam Kurikulum 2013 maka cara belajar anak akan lebih optimal karena dalam Kurikulum 2013 digunakan konsep learning by doing.

Adanya, keluhan guru tentang sistem evaluasi yang rumit dalam Kurikulum 2013 Dr. Haryanto menyebut hal tersebut disebabkan belum terbiasanya guru-guru dengan sistem penilaian deskriptif. Padahal, guru TK sudah sejak lama memberikan penilaian hasil belajar anak dengan deskripsi yang sangat detil. "Saya kira itu sebenarnya hanya keterkejutan perubahan kinerja yang belum terbiasa dikerjakan. Sekarang banyak aplikasi dan software yang dapat membantu memprogram penilaian proses belajar,” jelasnya. (M-5/*-6)


Tags: