Yogya Tetap Kota Pendidikan

Yogya Tetap Kota Pendidikan

DUA hari ini, Selasa dan Rabu (31 Mei dan 1 Juni) sebanyak 30.830 peserta Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) mengikuti ujian tulis (Utul) lokal 46 Yogyakarta. Tes masuk PTN yang setiap tahun digelar sebagai ‘gerbang’ bagi para lulusan SMA dan sederajat untuk menjadi mahasiswa. SNMPTN juga dicatat masyarakat sebagai agenda pendidikan yang mendapat poin perhatian penting sebagaimana ujian nasional (UN).
Sampai saat ini, kita masih menyaksikan animo masuk perguruan tinggi negeri tetap istimewa. Meskipun pertumbuhan perguruan tinggi swasta (PTS) cukup memuaskan, baik dari kualitas maupun kuantitas. Ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh negara (status: negeri) tetap diapresiasi oleh masyarakat luas. Memilih PTN, masih menjadi prioritas utama. Inilah realitas yang dapat kita lihat, setiap menjelang tahun ajaran baru lulusan SMA nampak berbondong-bondong menyabung kemampuan untuk lolos tes SNMPTN.
Dari jumlah peserta di lokal Yogyakarta tahun ini, yakni 30.830 orang, menunjukkan angka kenaikan dari tahun 2010 (20.849 peserta), tahun 2009 (15.499 peserta). Perbandingan jumlah tersebut, tidak hanya dapat dimaknai secara kuantitatif. Akan tetapi membawa pesan khusus, bahwa: Yogyakarta tetap menjadi Kota Pendidikan. Kota Pelajar dan Mahasiswa — seperti yang telah menjadi kebanggaan warga Yogyakarta selama ini. Meskipun reputasi Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan sempat dikhawatirkan pudar terkait dengan bencana alam erupsi Gunung Merapi -ternyata tak terbukti. Yogya tetap menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia sebagai ‘kawah candradimuka’ pendidikan bagi generasi penerus bangsa.
Pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap atmosfer Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan ini, hendaknya diapresiasi oleh seluruh warga Yogyakarta dan khususnya para pemangku kebijakan dengan lebih baik lagi ‘melayani’ para pendatang yang berkepentingan belajar/pendidikan. Memberi kepercayaan dan jaminan rasa aman dan nyaman. Masyarakat yang mampu memberikan atmosfer nilai-nilai budaya dan moralitas kehidupan yang sejak kemudian menjadi kebanggaan para ‘alumni’ Yogyakarta. Apapun sekolahannya.
Bagi penyelenggara pendidikan, hendaknya bijak dalam posisi sebagai lembaga profit. Bijak memaknai bahwa pendidikan bukanlah ‘industri’. Kembali pada hakikat institusi pendidikan yang tidak sekadar mengolah kognisi. Akan tetapi lembaga pendidikan yang juga mengasah afeksi. Sehingga akan menelurkan insan terdidik yang tetap berpegang pada etika dan moralitas. Lembaga pendidikan di Yogyakarta harus mampu menjadi transfer of knowledge sekaligus transfer of cultural yang akan menguatkan karakter dan jati diri mereka dalam mengarungi hidup, baik secara individu maupun dalam konteks berbangsa dan bernegera.
Semoga seluruh elemen masyarakat dan pemangku kebijakan sepakat, momen SNMPTN tahun 2011 ini merupakan jawaban yang ‘menyejukkan’ atas kekhawatiran kita semua bahwa dahsyatnya erupsi Merapi di penghujung tahun 2010 lalu -juga meluluhlantakkan kepercayaan masyarakat luar Yogya, untuk mengirim putra-putri menuntut pendidikan di sini. Di sisi lain, kita juga harus memberi apresiasi kepada pihak-pihak yang selama ini berjuang keras kembali membangun citra Yogyakarta yang kondusif. Tetap tetap aman dan nyaman. q -


Tags: