Dirjen Pendis Ajak Para Guru Terus Beradaptasi dengan Kondisi Kontemporer

Dirjen Pendis Ajak Para Guru Terus Beradaptasi dengan Kondisi Kontemporer

Mojokerto (Pendis) – Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdani mengajak para guru untuk terus beradaptasi dengan berbagai kondisi-kondisi kontemporer. Karena belajar terhadap sesuatu hal yang kontemporer atau kekinian menjadi hal yang niscaya.

Demikian disampaikan Ramdhani saat memberikan materi pada Sarasehan Pendidikan Nasional dengan tema “Guru Mulia, Membangun Peradaban Dunia” di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto, Jawa Timur.

“Orang yang terpelajar hanyalah pemilik masa lalu, orang yang terus belajar yang akan menjadi pemilik masa depan,” tegas Ramdani di Mojokerto, Jumat (27/5/2022).
 
Dikatakan Dani, berhentinya proses belajar bagi seorang guru maka sesungguhnya adalah kematian yang hakiki bagi seorang guru tersebut. “Pendidikan bukan segalanya untuk membangun peradaban, tetapi segalanya bukan menjadi apa-apa tanpa pendidikan,” katanya.

Ramdani menerangkan bahwa sebuah mekanisme membangun peradaban bisa dilakukan dengan melakukan banyak hal. Untuk merancang hal tersebut, kita bisa memulainya dengan membangun sebuah artefak-artefak, sebuah momentum momentum yang indah. Karena peradaban sebuah bangsa kerapkali ditunjukkan oleh kemampuan mereka di dalam merancang bangun sebuah bangunan bangunan yang indah.

Mengutip dari pengalaman-pengalaman bangsa Cina, Ramdani menyebutkan apabila engkau ingin bekerja selama tahunan maka tanamlah padi. Apabila engkau ingin berkesejahteraan dalam puluhan tahun, maka tanamlah pohon.

“Tetapi kalau engkau ingin ber keadaban dan kesejahteraan selama berabad-abad makan tanamlah orang,” tukasnya.

Maka, lanjut Dani, peran dan posisi guru sangat substantif, guru itu adalah orang yang mengajarkan siswa-siswa untuk terus mengenal perkembangan zaman, untuk mengenal teknologi-teknologi yang belum ada sebelumnya.
 
Ramdani mengajak agar para guru terus aktif mengikuti perkembangan zaman, jangan sampai berhenti dan lelah pada arus zaman yang terus mengajaknya berlari.


“Karena, eksistensi manusia bukan terletak pada wujudnya tetapi cara dia berpikir dan mendayagunakan hal yang paling substantif pada dirinya yaitu kemampuan akal kemampuan akal,” pungkasnya.