Bimtek K13: GPAI Harus Mampu Menjadikan PAI Disenangi

Bimtek K13: GPAI Harus Mampu Menjadikan PAI Disenangi

Salatiga (Pendis) - Direktorat Pendidikan Agama Islam melalui Subdit PAI pada SMP kembali menyelenggarakan kegiatan Bimtek Kurikulum PAI 2013 SMP Angkatan 4 dan 5 untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah selama 3 hari, 29-31 Juli 2015 di Grand Wahid Hotel Salatiga. Hadir dalam pembukaan Kepala Subdit PAI pada SMP H. Nifasri, Kepala Bidang PAIS Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah H. Saifuddin Zuhri, Kasi PAIS Kantor Kemenag Kota Salatiga Nurkholis, dan beberapa orang pejabat di lingkungan Direktorat Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Adapun peserta yang diundang sebanyak 80 orang guru PAI SMP dari tujuh kabupaten/kota, yaitu Magelang, Klaten, Sragen, Temanggung, Kota Salatiga, Boyolali, Karanganyar, Kota Surakarta, Sukoharjo, Pati, Kudus, Demak, Blora, Semarang, Kota Semarang dan Pekalongan.

Dalam sambutannya atas nama Direktur PAI pada Rabu (29/07/15), Nifasri menyatakan bahwa kegiatan Bimtek Kurikulum 2013 ini adalah refreshment atau penguatan, sehingga diharapkan nanti para peserta bisa menjadi instruktur baik di tingkat lokal maupun nasional. Sebab peserta yang diundang semuanya sudah pernah mengikuti kegiatan Bimtek K13, dan bahkan sudah menjadi narasumber.

Menurutnya lagi, tidak bisa dipungkiri bahwa posisi dan peran pendidikan agama saat ini dipertaruhkan. Di satu sisi, pendidikan agama dijadikan pondasi kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai dan budi pekerti luhur. Sementara di sisi lain, adanya fakta bahwa banyak terjadi perilaku yang tidak sesuai dengan harapan. Adanya anggapan miring tentang pendidikan agama oleh sebagian pihak bahwa PAI tidak mampu membentuk karakter manusia yang baik adalah sebuah kenyataan. Namun demikian, hal itu tidak kemudian menjadikan patah arang. "Bahwa apapun yang dikatakan orang apa dan bagaimana tentang PAI, yang penting kita fokus dalam meningkatkan dan mengembangkan PAI. Dengan adanya PAI tetap selalu ada korupsi, apalagi tidak ada PAI?," ujarnya.

Hal ini terjadi, menurutnya lagi, karena memang selama ini PAI tidak efektif dalam membentuk karakter bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah, karena PAI didhalimi, sehingga tidak efektif. Dari segi kualfikasi, banyak guru PAI yang belum memiliki sarjana di bidang agama, bahkan juga ada guru PAI yang sarjana bukan PAI. Ironis sekali. "Saya katakan, PAI nyaris tak terdengar. Di semua lini tidak bicara tentang PAI, di DPR, dan di manapun PAI tidak dianggap. Dulu seperti itu, makanya PAI seperti sekarang. Anak tawuran yang disalahkan PAI, ada pejabat korupsi, yang disalahkan PAI. Karena memang yang berbuat demikian rata-rata alumni PAI. Apalagi kasus teranyar, korupsi yang dilakukan gubernur Sumut, itu juga alumni PAI," tambahnya.

Selanjutnya, menurut Nifasri lagi, bahwa kenapa PAI kurang efektif, setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi. Pertama, secara internal guru PAI kurang memadai kualifikasinya. Kedua, tidak memiliki kompetensi yang memadai. Banyak guru PAI yang sudah mengajar 20-30 tahun tidak diikutkan dalam kegiatan peningkatan kompetensi. Ketiga, disamping itu, menurutnya adalah bahwa PAI selama ini nyaris tidak terdengar. Artinya bahwa PAI dipandang sebelah mata, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. "Jadi kalau ingin PAI bagus dan efektif, benahi kualifikasi dan kompetensi GPAI dan pengawas PAI. Akhirnya muncullah program beasiswa S1 dan S2. Kalau dulu PAI tidak terdengar sekarang PAI terdengar di mana-mana, saat Rapat Dengan Pendapat (RDP) dengan DPR pun seringkali PAI ditanyakan alokasi anggaran untuk PAI".

Beasiswa di PAI melimpah ruah, setidaknya ada 86 PTAI yang bekerjasamna dengan Kemenag. Begitu juga dalam peningkatan kompetensi. Ada empat fokus dalam peningkatan kompetensi: peningkatan bahan ajar, pengembangan model pembelajaran, peningkatan PTK, dan pengembangan metodologi pembelajaran. "Saya optimis bahwa pendidikan agama akan lebih efektif, sebab guru-gurunya sudah diperhatikan tidak lagi didholimi. Kegiatan peningkatan kompetensi tidak hanya yang kita lakukan saja (swakelola) tetapi kita juga bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi GPAI melalui kegiatan PKG. Hanya saja pengawas kita yang masih belum bergerak. Kalau guru sudah bergerak dan ilmunya sudah di-update terus. Kelihatannya sekarang lebih percaya diri guru daripada pengawas".

"Peningkatan kualifikasi guru tidak hanya S1, tapi juga S2. Insya Allah tahun ini masih ada program S2. Di Jawa Tengah kita bekerjasama dengan Unwahas, UNSIQ, IAIN Salatiga juga ada, dan IAIN Purwokerto juga ada. Ada juga di luar Jawa. Terserah bapak ibu milih yangg mana. Inilah upaya-upaya kami dalam rangka meningkatkan kualifikasi dan kompetensi guru," ujarnya.

Dalam kesempatan terakhir, Kasubdit menyampaikan "bahwa PAI adalah tanggung jawab kita semua. Bapak ibu adalah garda terdepan, ujung tombak dalam pembentukan karakter bangsa ke depan. Ada sekitar 40 juta lebih peserta didik kita yang mengikuti PAI, melebihi penduduk Malaysia. Karenanya, Bapak Ibu harus selalu meningkatkan pengetahaun untuk membentuk peserta didik yang beriman bertakwa dan berakhlak mulia. Dan bagaimana juga Bapak Ibu mampu menjadikan PAI menjadi lebih disenangi, menjadi eksis, tidak menjenuhkan, tetapi bagaimana PAI bisa menjadi sesuatu yang sangat dirindukan untuk dipelajari," pungkasnya.

(ozi/dod)


Tags: