Nur Kafid, salah satu narasumber pada Penguatan Kompetensi GTK Madrasah Angkatan II

Nur Kafid, salah satu narasumber pada Penguatan Kompetensi GTK Madrasah Angkatan II

Lombok (Kemenag) - Moderasi Beragama sebagai Tools Pembelajaran Kontekstual menjadi salah satu materi penting dalam menguatkan kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah. Acara ini bertujuan memperkuat peran madrasah dalam mengajarkan nilai-nilai moderasi beragama sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan program prioritas Kementerian Agama RI.

Nur Kafid, dalam paparan materinya menyatakan bahwa moderasi beragama (MB) menjadi fokus utama karena tingginya tren intoleransi di ruang publik, terutama di media digital. 

"Meski madrasah idealnya mampu menjadi role model Islam moderat, kenyataannya, kelompok mayoritas moderat cenderung pasif dalam menghadapi kasus-kasus intoleransi dan radikalisme beragama," ujarnya di Lombok pada Kamis (16/5/2024).

Beliau membeberkan ada beberapa faktor yang menyebabkan moderasi beragama belum dominan di ruang publik diantaranya,keberagaman dalam masyarakat yang kompleks, variasi dalam manajemen dan kurikulum, peran penting guru dan pemimpin pendidikan, beragam latar belakang dan pengalaman individu serta dinamika interaksi sosial di lingkungan pendidikan.

"Faktor-faktor tersebut menjadikan moderasi beragama belum bisa mendominasi ruang publik kita," katanya.

Kurikulum dan tenaga pendidik, lanjut Nur Kafid, memegang peran krusial dalam transformasi pengetahuan agama. Menurutnya, kurikulum perlu diarahkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama melalui pendekatan kontributif, adaptif, transformatif, dan aksi sosial. 

"Guru, sebagai penafsir dan pelaksana kurikulum, tentunya memiliki peran penting dalam membentuk pemahaman peserta didik tentang Islam yang damai dan toleran," tandasnya.

Nur Kafid juga menekankan pentingnya pendekatan kultural yang diakuinya sebagai cara efektif untuk menyampaikan substansi moderasi beragama. Dengan melibatkan unsur budaya, sosial, psikologis, dan etis dalam pendidikan, kata Nur Kafid, dapat membantu internalisasi nilai-nilai moderasi. 

Selain itu, lanjutnya, pengalaman langsung dengan keragaman melalui program interreligious literacy, kunjungan tempat ibadah, dan interaksi dengan komunitas multikultur juga menjadi strategi penting dalam mengajarkan toleransi.

Setelah adanya materi ini, Nur Kafid berharap madrasah dapat lebih aktif dalam mengarusutamakan moderasi beragama, menjadikannya sebagai sistem kultural, sosial, dan kepribadian yang holistik dan kontekstual. "Mari kita ajak semua untuk berpartisipasi aktif dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif dan toleran," ajaknya.

Kegiatan  Penguatan Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Angkatan II dilaksanakan di Lombok Nusa Tenggara Barat, 15-17 Mei 2024 yang diikuti oleh 33 Guru dan Kepala Madrasah.