Kesalahpahaman terhadap Sains Islam

Kesalahpahaman terhadap Sains Islam

Jakarta, - TEMA Islamisasi sains modem dan sains Islam merupakan tema yang banyak disalahpahami saat ini. Pertama, istilah sains dalam Islam sendiri sebenarnya berbeda dengan sains dalam pengertian Barat modem saat ini. Sains di Barat saat ini dipahami sebagai satu-satunya ilmu, dan agama di sisi lain sebagai keyakinan.


Sementara dalam Islam, ilmu bukan hanya sains dalam pengertian Barat modem sebab agama juga merupakan ilmu. Artinya dalam Islam, disiplin ilmu agama merupakan sains. Untuk menghindari kesalahpahaman, di sini kita hanya mengartikan sains merujuk pada pengertian Barat modem bahwa ia merupakan pengetahuan ilmiah (scienaf k science), lebih khusus lagi sains alam (natural science). Kedua, tema sains Islam sebagai produk tidak bisa dilepaskan dari islamisasi sains modem sebagai proses. Kesalahpahaman istilah islamisasi sains modem akan mengakibatkan kesalahan dalam memahami sains Islam.


Islamisasi sains bukanlah terbatas pada menjustifikasi temuan sains dengan dalil Alquran atau hadis meskipun hal tersebut memang didukung fakta. Juga bukan sebatas nostalgia pada kebesaran ilmuwan Muslim terdahulu meskipun hal tersebut sangat penting diketahui. Bukanpula sekadar melakukan islamisasi buku teks meskipun buku teks yang islami sangat kita perlukan. Terlebih lagi jika ada yang berpikir bahwa islamisasi sains berarti nuklir islami, pesawatislami, elektron islami. Tentu hal tersebut sangat keliru. Memang, tema islamisasi sains merupakan salah satu tema yang paling banyak dikeiirukan dan menimbulkan kontroversi di dunia Islam pada abad ke-20.


Tema islamisasi sains, atau tepatnya islamisasi sains modem, bukanlah tema yang baru di dunia Islam. Jika ditelusuri, wacana islamisasi sains sudah mengemuka setidaknya sejak dekade 1970-an hingga 1990-an sebagai respons terhadap hegemoni dunia Barat, termasuk dalam wilayah ilmu pengetahuan.


Meskipun demikian, sesungguhnya jika dilacak lebih teliti, para ulama misalnya Imam al-Ghazali telah melakukan proses islamisasi ilmu pada zamannya, seperti yang beliau jelaskan dalam Ihya Ulumuddin ketika melakukan pembersihan ilmu astronomi (astrologi) dari unsur-unsur yang mengandung syirik. Al-Faruqi misalnya, menekankan pada kesatuan ilmu pengetahuan dan beranjak dari tauhid, dan yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan islamisasi disiplin-disiplin ilmu modem dan buku-buku teks. Standar menekankan pada sintesa sains dengan nilai-nilai, Bucaile melakukan metode justifikasi dengan mencari kesesuaian temuan sains modem dengan nash Alquran. Sementara al-Attas berangkat dari hal yang lebih mendasar, yakni bahwa islamisasi sains modem adalah hasil dari suatu pandangan alam (world view).


Menurut al-Attas, islamisasi sains sebenarnya "hanyalah" konsekuensi dari proses islamisasi secara umum. Dengan demikian, islamisasi sains modem haruslah dimulai dengan islamisasi pikiran dan cara pandang, yakni dengan menanamkan pandangan alam {world view) Islam dalam pikiran ilmuwan. Pandangan alam ini berisi sekumpulan konsep-konsep tentang Tuhan, alam, ilmu, manusia, wahyu, Nabi, sistem nilai, dan lain-lain. Dari pikiran seorang ilmuwan yang telah tertanam suatu pandangan alam Islam inilah akan lahir produk sains Islam dan mampu memilah mana dari sains modem yang bisa diambil karena tak bertentangan dengan pandangan alam Islam, mana bagian yang bisa dibersihkan dari unsur yang bertentangan, dan mana bagian yang harus ditolak karena bertentangan. Itulah islamisasi. (Usep Mohamad Ishaq)***


Tags: